Recent Posts

settia

Jokowi Akhirnya Setuju Amandemen UUD 1945, Jokpro Optimistis Presiden Bisa 3 Periode


Presiden Joko Widodo akhirnya setujui amandemen terbatas Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia (RI) Tahun 1945. 

Hal Ini diungkap Ketua MPR RI Bambang Soesatyo bertemu saat bertemu Jokowi di Istana Bogor, Jumat (13/8/21).

Politikus Partai Golkar itu memastikan bila nantinya pembahasan amandemen itu tak akan menjadi bola liar, khususnya terkait perubahan perpanjangan masa jabatan presiden dan dan wakil presiden menjadi tiga periode. 

"Kekhawatiran itu justru datang dari Presiden Joko Widodo. Beliau mempertanyakan apakah amandemen UUD NRI 1945 tidak berpotensi membuka kotak pandora sehingga melebar, termasuk mendorong perubahan periodesasi presiden dan wakil presiden menjadi tiga periode? Saya tegaskan kepada Presiden Jokowi, sesuai dengan tata cara yang diatur di Pasal 37 UUD NRI 1945 sangat rigid dan kecil kemungkinan menjadi melebar," kata pria yang karib disapa Bamsoet seperti dikutip dari laman mpr.go.id, Minggu (15/8/2021).

Ia menyebut, bahwa Presiden Jokowi mendukung dilakukan amandemen terbatas UUD RI 1945 hanya untuk menghadirkan Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) dan tidak melebar ke persoalan lain.

Adapun PPHN diperlukan sebagai bintang penunjuk arah pembangunan nasional. 

"Presiden Jokowi menyerahkan sepenuhnya kepada MPR RI mengenai pembahasan amandemen UUD RI 1945 untuk menghadirkan PPHN, karena merupakan domain dari MPR RI. Beliau berpesan agar pembahasan tidak melebar ke hal lain, seperti perubahan masa periodesasi presiden dan wakil presiden, karena Presiden Jokowi tidak setuju dengan itu," ujarnya.

Wakil Ketua Umum Partai Golkar ini menyatakan, pasal 37 UUD NRI 1945 mengatur secara rigid mekanisme usul perubahan konstitusi.

Perubahan tidak dapat dilakukan secara serta merta dalam pembahasan rapat semata. 

Namun, terlebih dahulu diajukan oleh sekurang-kurangnya 1/3 dari jumlah anggota MPR atau paling sedikit 237 pengusul diajukan secara tertulis dan ditunjukkan dengan jelas bagian yang diusulkan untuk diubah beserta alasannya, serta melalui beberapa tahapan sebagaimana diatur dalam Tata Tertib MPR.


"Dengan demikian, tidak terbuka peluang menyisipkan gagasan amandemen di luar materi PPHN yang sudah diagendakan. Semisal, penambahan masa jabatan presiden dan wakil presiden menjadi tiga periode. Karena MPR RI juga tidak pernah membahas hal tersebut," kata Bamsoet.

Ia menambahkan, amandemen terbatas hanya akan ada penambahan dua ayat dalam amandemen UUD RI 1945.

Salah satu contohnya seperti penambahan ayat di Pasal 3 dan Pasal 23 UUD NRI 1945.

"Penambahan satu ayat pada Pasal 3 yang memberi kewenangan kepada MPR untuk mengubah dan menetapkan PPHN. Sementara penambahan satu ayat pada Pasal 23 mengatur kewenangan DPR menolak RUU APBN yang diajukan presiden apabila tidak sesuai PPHN. Selain itu, tidak ada penambahan lainnya dalam amandemen terbatas UUD NRI 1945," kata dia.

Seperti diketahui, beberapa bulan terakhir ramai kembali soal wacana masa jabatan presiden dan wakil presiden ditambah menjadi tiga periode.

Wacana itupun seolah menguat dengan munculnya sejumlah komunitas pendukung Jokowi untuk maju kembali sebagai presiden.

Namun, dibutuhkan amendemen atau perubahan UUD 1945 untuk mengubah ketentuan mengenai masa jabatan presiden tersebut, misalnya menjadi maksimal tiga periode.

Hal ini karena gagasan tiga periode jelas menabrak Pasal 7 Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan presiden dan wakil presiden hanya dapat menjabat maksimal dua periode.

Jokpro 2024 Optimis 3 Periode

Komunitas Jokowi-Prabowo 2024 alias Jokpro 2024 terus mendorong agar Presiden Joko Widodo dapat kembali maju di Pilpres 2024 berpasangan dengan Prabowo Subianto.


Penasihat Jokpro 2024, M. Qodari optimis Amandemen UUD 1945 mengenai masa jabatan presiden menjadi 3 periode sangat mungkin dilakukan apabila syarat-syarat yang ditentukan dalam UUD RI 1945 terpenuhi.

"Memang UUD 45 sudah mengatur pada pasal 37 bahwa UUD 45 bisa diubah sejauh syarat-syaratnya dipenuhi, diusulkan sepertiga anggota MPR, kemudian dihadiri 2/3 anggota MPR dan juga disetujui 50 persen plus 1 kalau nggak salah nanti bisa dicek konstitusinya tapi intinya sejauh syarat-syarat itu terpenuhi, maka kemudian amandemen bisa dilakukan," kata Qodari dalam keterangannya, Sabtu (13/8/2021).

Qodari menambahkan, pada kenyataannya amandemen UUD 1945 sudah pernah dilakukan beberapa kali yakni 1999, 2000, 2001, dan 2002. 

Ia mengatakan, amandemen itu dilakukan secara faktual bukan prank atau tipuan. 

Untuk itu, Qodari berpandangan dengan besarnya koalisi pemerintahan di parlemen sudah memenuhi syarat untuk melakukan amandemen UUD 1945.

"Jadi kalau kita bicara kekuatan politik yang ada pada hari ini ya yang ada di parlemen, itu menurut saya sudah sangat mendekati syarat-syarat untuk peluang bisa terjadinya amandemen, begitu," ungkapnya. 

Lebih lanjut, Qodari menyatakan dukungan untuk Jokowi maju menjadi tiga periode saat ini pekerjaan rumahnya hanya dengan rakyat. 

Pasalnya soal urusan dengan elite politik terkait amandemen sudah terselesaikan. 

"Jadi PR kita hari ini ada dua, pertama elite politik, yang kedua adalah masyarakat, saya melihat bahwa PR terbesar itu justru ada di masyarakat, karena ya kalau bicara elite politik tanya setuju apa nggak, ya kan 80 persen koalisinya Pak Jokowi," kata Qodari yang juga Direktur Eksekutif Indo Barometer. 

Qodari menegaskan, dengan koalisi besar di parlemen bukan tidak mungkin amandemen akan dilakukan.


Menurutnya, UU Omnibus Law yang berat saja bisa lolos di parlemen. 

"Kita udah melihat bagaimana perundang-undangan yang sulit misalnya seperti Omnibus Law segala macam kan disetujui begitu. Jadi saya melihat PR kita itu ada di masyarakat," tuturnya.

Selain itu, Qodari memperkirakan target amandemen UUD 1945 terjadi sebelum dimulainya tahapan pemilu oleh KPU yang diperkirakan akan terjadi sekitar pertengahan tahun depan. 

Agar antara amandemen dengan tahapan pemilu tidak bertabrakan sekaligus mempermudah pekerjaan KPU.

“Berdasarkan pengalaman kira-kira punya batas waktulah untuk memulai tahapan pemilu kalau tidak salah, tahapan pemilu itu akan dilaksanakan atau katakanlah dikibarkan benderanya itu pada pertengahan tahun depan, mungkin antara Juni atau Juli, nah kapan amandemennya? Ya kira-kira sebelum itu, supaya antara amandemen dengan tahapan pemilu ini dia tidak tabrakan juga mempermudah KPU,” tandasnya.

Sementara itu, Sekretaris Jenderal Jokpro 2024 Timothy Ivan Triyono kembali menegaskan bahwa ide atau gagasan Jokpro 2024 bukan gagasan halu dan sama sekali tidak melanggar konstitusi.

"Sebab berdirinya Jokpro 2024 ini berdasarkan imajinasi politik masyarakat Indonesia yang tercermin dari beberapa hasil survei memposisikan Jokowi dan Prabowo selalu diposisi teratas dari sisi keterpilihan," ungkapnya. 

Timothy juga mengajak seluruh elemen masyarakat untuk bergabung mendukung Jokpro 2024 agar Indonesia Aman, Damai, dan Sejahtera.

“Mari saya mengajak saudara-saudara semua bergabung dengan Jokpro 2024, di manapun saudara berada. Saya yakin Jokpro 2024 dapat mencegah polarisasi ekstrim agar Indonesia Aman, Damai, dan Sejahtera. Salam Persatuan Indonesia!" jelas Timothy.