Recent Posts

settia

Belantara Musik Abad 21 dari Digital sampai Fast Food


Sepuluh tahun beakangan ini, pemasaran musik secara digital adalah keniscayaan seiring pesatnya perkembangan teknologi. Indonesia punya pasar yang terus bergerak naik dengan pe-er besar: mengikis mental gratisan.

Bagaimana pergeseran pasar musik dunia dan potensi musik Indonesia di pasar tersebut? Jawabannya diperoleh dari hasil perbincangan CNNIndonesia.com dengan manajer Believe Digital Aldo Sianturi, beberapa waktu lalu.

Bagaimana peta penjualan musik Indonesia sekarang ini?

Peta penjualan musik di Indonesia sedang berubah mengikuti peta komersialiasi musik di seluruh dunia. Dalam sepuluh tahun terakhir, dari alur penjualan produk fisik telah terbagi menjadi dua, yaitu traditional channel [Musik Plus, Duta Suara, Sangaji, dll] dan non-traditional channel [distro, gerai fast food, dll]. Namun karena situasinya tidak dikawal dan diatur, maka traditional channel melemah, mengecil dan sebagian harus berakhir.Industri musik abad 21 sangat bergantung kepada industri lain, yaitu telefoni dan restoran fast food. Belum ada gagasan besar yang dapat dipertanggungjawabkan untuk menjadi jawaban atas alur industrialisasi bisnis musik.

Digital adalah perihal distribusi, satu bagian terakhir dan baru, setelah produksi selesai. Sejak lima tahun terakhir, lagu Indonesia sudah dapat dibeli dan didengarkan orang di 240 negara secara serentak selama 24 jam.

Di mana posisi penjualan musik lewat online dalam peta tersebut?
Penjualan musik lewat online memang menjadi pengalaman baru di peta bisnis musik Indonesia. Sekarang kita baru benar-benar masuk ke tahap awal komersialisai musik digital, sebelumnya adalah pra-tahap awal.

Masa depan terlihat bagus dengan perspektif digital, namun prosesnya masih panjang. Masyarakat Indonesia sedang migrasi ke lansekap digital, baik secara teknis dan non-teknis. Mentalitas gratisan yang melekat erat pada pribadi dalam jumlah besar sedang beradaptasi dengan pola-pola komersialisasi yang harus dipatuhi.

Apakah iTunes Stores masih jadi raja atau sudah ada yang membayangi?
iTunes Stores adalah raja dengan lebih dari 800 juta pemilik akun berbasis kartu kredit di seluruh dunia. Untuk Indonesia, jumlah pemilik akun sedang bergerak naik dengan realita pemilik kartu kredit di Indonesia yang masih berjumlah 15 juta dengan pertambahan kepemilikan satu juta per tahun.

iTunes Stores sendiri telah memiliki layanan streaming “Apple Music” dan menjadi jawaban terbaru bagi market yang dinamis. Digital stores lain masih berada jauh di bawahnya.

Lantas apa kabar musik Indonesia di belantara iTunes Stores?
Ketika kita membicarakan lagu Indonesia di digital stores, maka pembelinya adalah orang yang tinggal di Indonesia atau yang merantau atau tinggal di luar Indonesia yang kita sebut diaspora. Mereka adalah captive market dari iTunes Stores.

Mereka begitu senang dapat mengakses layanan tersebut, karena realitanya untuk memiliki satu CD [Compact Disc] dari Indonesia maka akan lebih besar harga pengirimannya daripada pembelian. Dengan informasi opsi pembayaran yang disampaikan di atas, maka secara sederhana dapat disimpulkan bahwa pembeli musik adalah pemilik kartu kredit, lokasi negara Indonesia, Amerika, dan Eropa. Dan Pop adalah aliran musik yang unggul.

Semua berpulang kembali ke musik dan momentum. Semua musik punya jodoh nilai ekonomi yang berlainan. Penjualan lagu Indonesia per hari di iTunes Stores adalah belum tinggi. Semua masih didominasi oleh lagu Top 40 Internasional. Inilah tantangan industri musik Indonesia agar bisa membiasakan rasio baru di semua media dunia hiburan agar tercipta kebiasaan yang bersifat nasional.

Dengan bergesernya pemasaran musik, apakah YouTube masih terbilang ampuh mendongkrak penjualan?
YouTube adalah medium yang pas untuk berpromosi dan sekaligus menjadi komersil karena berhadapan langsung dengan masyarakat global tanpa mengenal pembatasan yang alot.

Agar musisi dapat berkomunikasi secara visual maka sebaiknya menyediakan video di YouTube karena medium ini cukup ampuh, namun dengan catatan, kita dapat mengggunakan fungsi-fungsi optimisasi. Bila YouTube Channel-nya dimonetisasi, maka setiap orang yang melihat konten video otomatis memberikan nilai ekonomi.

Ide bahwa musisi sekaligus berfungsi sebagai tenaga pemasaran bagi karyanya, akankah ini efektif?
Sebenarnya urusan pemasaran tidak menjadi hal utama yang harus dilakukan oleh musisi. Karena fokus utama mereka adalah produksi musik. Sementara fokus kedua di bisnis musik adalah alangkah baiknya berhenti pada perihal publishing yang berhubungan langsung dengan hak cipta sebagai komposer.

Seperti kita ketahui, tidak akan ada bisnis musik tanpa diawali adanya musik. Yang penting difokuskan musisi hari ini adalah menciptakan lagu dan memproduksinya sampai tuntas dengan kualitas yang baik. Kualitas itu akan memberi banyak keuntungan dibanding karya cipta yang ditampilkan tanpa kejelasan.

Untuk pemasaran, musisi selalu dapat mencari celah agar revenue stream dari musik dapat berkontribusi dengan baik. Musisi dapat selalu bekerjasama dengan pihak kedua yang memiliki ekspertis dalam wilayah bisnis musik. Selama pembagian keuntungan masuk akal, maka tidak pernah salah untuk bekerjasama.

Seperti apa idealnya agar lebih banyak musik bermutu yang beredar, dan sama pentingnya, laku?
Ketika kita mengucapkan musik bermutu maka semua harus kembali kepada alat ukur yang saling berbeda antarmanusia. Setiap orang punya pilihan yang terbaik untuk dirinya.

Namun ideal bagi saya adalah bila karya cipta tersebut adalah karya asli dari pencipta dan ketika diperdengarkan maka dapat berbicara atas nama generasi dalam skala luas.

Kalau bicara laku, maka jodoh nilai ekonomi musik saling berbeda. Ada yang albumnya terjual ratusan ribu kopi tetapi jadwal tur atau manggung mereka sedikit sekali. Ada yang tidak sering manggung tetapi penjualan merchandise melebihi ekspektasi. Situasi ini saling silang.

Di atas semua praktik tersebut, tetap media adalah kunci utama agar musik dapat dikenali secara luas tanpa memilih, dan biarkan pasar yang memilih.

Anggaplah Adele yang sekarang jadi patokan musisi berkualitas bagus dan laku, kapan Indonesia menghasilkan Adele?
Sampai kapan pun orang akan mengonsumsi musik dan sampai kapan pun orang akan memproduksi musik. Siklus ini tetap akan setia menunggu musisi-musisi yang memiliki karya cipta yang bermutu. Lebih dari Adele kita punya di Indonesia, tetapi tidak pernah ada cara yang terbalik ke industri musik dunia selama ini dari Indonesia.

Kita selalu menjadi muara komersialisasi tanpa punya daya pikat dan daya tawar. Maka dari itu, kita tidak perlu lagi bermimpi untuk go-public, kita cukup dengan menguasai Nusantara yang luas dan dinamis ini. Inilah pasar sejati kita, yang sedang diperebutkan pebisnis musik dunia.

(sil/vga)

Tulisan ini merupakan bagian dari kumpulan artikel dalam Fokus: “Buaian Drama Musik Indonesia”