Pengembangan Geopolitik Indonesia 5-10 Tahun Mendatang
Sadono, SH dan M. Ibnu Holdun, S.Ag
Geopolitik
dapat diartikan sebagai politik atau kebijakan dan strategi nasional
yang didorong oleh aspirasi nasional suatu negara, yang apabila
dilaksanakan dan berhasil akan berdampak langsung atau tidak langsung
kepada sistem politik suatu Negara. Geopolitik setiap negara
membutuhkan suatu perlindungan dari sistem pertahanan negara, oleh
karena itu sistem pertahanan negara, demokrasi, politik, ekonomi dan
hukum hanya dapat benar-benar terlindungi apabila didasarkan pada
kekuatan negara itu sendiri.
Sejalan
dengan perkembangan tata kehidupan berbangsa dan bernegara
dilingkungan dunia internasional, maka suatu negara dalam mempertahankan
eksistensi atau kelangsungan hidupnya memerlukan perjuangan seluruh
bangsa untuk mencapai atau mempertahankan kelestarian teritorialitas
atau kedaulatan teritorialnya. Menyadari adanya kompleksistas
permasalahan, baik isu mengenai tapal batas (border), keamanan nasional (national security) atau keamanan manusia (human security) perlu adanya satu pemahaman wawasan nusantara di dalam menentukan suatu kebijakan.
Guna
mengatasi berbagai permasalahan-permasalahan tersebut di atas dan
menghadapi pengaruh perkembangan lingkungan strategis yang diwarnai
arus globalisasi dan gelombang reformasi, maka diperlukan suatu rumusan
kebijakan/strategi geopolitik Indonesia yang handal. Rumusan kebijakan
geopolitik Indonesia 5 – 10 tahun mendatang yang diperlukan dalam
rangka mempertahankan NKRI adalah mengembangkan geopolitik Indonesia
5-10 tahun mendatang melalui peningkatan pembangunan didaerah-daerah
khususnya di daerah perbatasan, dan di daerah tertinggal serta
peningkatan kualitas SDM serta memperhatikan perkembangan negara-negara
major power di kawasan regional dalam rangka mempertahankan keutuhan
NKRI.
Kondisi Geopolitik Indonesia Saat Ini
Pembangunan
geopolitik Indonesia sudah dimulai oleh para pendiri bangsa melalui
ikrar sumpah pemuda, satu nusa yang berarti keutuhan ruang nusantara,
satu bangsa yang merupakan landasan kebangsaan Indonesia, satu bahasa
yang merupakan faktor pemersatu seluruh ruang nusantara beserta isinya.
Rasa kebangsaan merupakan perekat persatuan dan kesatuan, baik dalam
makna spirit maupun moral, sehingga membantu meniadakan adanya
perbedaan fisik yang disebabkan adanya perbedaan letak geografi.
Kondisi
geografis suatu negara atau wilayah menjadi sangat penting dan menjadi
pertimbangan pokok berbagai kebijakan, termasuk juga dalam merumuskan
kebijakan keamanan nasional (national security) atau keamanan manusia
(human security). Berbagai bencana alam yang terjadi seperti : angin
puting beliung, gempa bumi, tsunami adalah beberapa ancaman terhadap
manusia yang sebagian besar diantaranya ditentukan oleh kondisi
geografis. Penyebaran konflik komunal tampaknya sedikit terbendung oleh
faktor geografis, sebagaimana terjadi di Afrika, Balkan dan Asia
Tengah, dengan demikian posisi strategis Indonesia juga membawa
implikasi geopolitik dan geostrategi tertentu.
Dari
uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pembangunan geopolitik hanya
efektif apabila dilandasi oleh wawasan kebangsaan yang mantap.
Unsur-unsur dasar Wawasan Nusantara dalam mencapai kesatuan dan
keserasian dapat ditinjau melalui, Satu kesatuan wilayah, Satu kesatuan
bangsa, Satu kesatuan sosial budaya, Satu kesatuan ekonomi, Satu
kesatuan pertahanan dan keamanan.
Konsepsi
geopolitik khas Indonesia itu kemudian dirumuskan menjadi acuan dasar
yang diberi nama Wawasan Nusantara, berbunyi sebagai berikut:
“Wujud
suatu Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai suatu Negara
kepulauan yang dalam kesemestaannya merupakan satu kesatuan politik,
ekonomi, sosial budaya dan pertahanan keamanan untuk mencapai tujuan
nasional dan cita-cita perjuangan bangsa melalui pembangunan nasional
segenap potensi darat, laut dan angkasa secara terpadu” .
a. Implikasi Pembangunan Geopolitik Indonesia
a. Implikasi Pembangunan Geopolitik Indonesia
Apabila
ditinjau lebih dalam bahwa Implikasi dari pembangunan geopolitik
Indonesia masih terjadi berbagai kekurangan antara lain sebagai
berikut:
- Kurangnya rasa kesadaran bangsa Indonesia terhadap negaranya sebagai negara kepulauan yang berciri nusantara.
- Belum tumbuh dan berkembangnya pemahaman dan rasa bangga terhadap realita “Indonesia sebagai Negara Kepulauan”.
- Banyak proyek pembangunan infrastruktur dan industri yang tidak memperhatikan tata ruang dan daya dukung lingkungan.
- Banyaknya sejumlah kasus bencana alam yang disebabkan oleh faktor lingkungan dan human error.
- Banyaknya pengangguran yang disebabkan pertumbuhan ekonomi yang tidak merata.
b. Permasalahan yang dihadapi
- Kurangnya perhatian terhadap aspek geografi dalam menentukan kebijakan.
- Masih lemahnya implementasi peraturan perundang-undangan.
- Menurunnya rasa nasionalisme.
- Kualitas SDM masih rendah.
Perkembangan Lingkungan Strategis
Perkembangan
lingkungan strategis sangat berpengaruh baik secara langsung maupun
tidak langsung terhadap geopolitik di Indonesia antara lain seperti :
- Lingkungan global.
Globalisasi
dan kemajuan teknologi informasi telah menjadikan wilayah kedaulatan
suatu negara menjadi lebih abstrak, sehingga mudah ditembus oleh para
pelaku atau aktor internasional. Karena itu, kerawanan penetrasi asing
terhadap wilayah yurisdiksi nasional yang melampaui batas kedaulatan
negara, hampir dipastikan mengandung resiko ancaman keamanan yang
bersifat transnasional, antara lain seperti kejahatan lintas negara,
masalah kerusakan lingkungan, imigrasi gelap, pembajakan dan perompakan
di laut, penangkapan ikan ilegal, terorisme internasional,
penyelundupan senjata maupun perdagangan anak-anak dan wanita.
Kepentingan
global dan unilateralisme AS. Adanya kecenderungan perubahan strategi
dan kebijakan pertahanan AS. Secara faktual, posisi dan kedudukan AS
dalam konstelasi politik dunia hingga saat ini tidak dapat dielakkan
sebagai satu-satunya negara adidaya yang mempunyai kemampuan dan
keunggulan global. AS telah merubah kebijakan dan doktrin pertahanannya
menjadi ofensif dalam wujud “preemptive strike” dan “defensive intervention”
dengan tanpa mengenal batas kedaulatan sebuah negara guna menyerang
aktor negara dan aktor non negara yang dianggap dapat mengancam
kepentingan globalnya.
Kemajuan
teknologi pertahanan dan militer. Berkembangnya sistem senjata dengan
peluru kendali tepat sasaran (precision guided amunition atau smart
weapons) telah merubah pola peperangan dari jarak dekat ke jarak jauh
melalui serangan tepat dari jarak jauh. Konsekuensi teknologi tersebut
paling tidak dapat menjadi potensi ancaman bagi setiap negara,
khususnya Indonesia yang kebetulan memiliki kondisi geografis, luas
wilayah, jumlah penduduk, sumber daya serta posisi dan letaknya yang
strategis.
b. Lingkungan Regional.
Apabila
dilihat dalam konteks dinamika keamanan di Asia Pasifik, khususnya di
kawasan konsentrik Asia Tenggara, yang sangat dipengaruhi oleh
persinggungan (interplay) antara empat faktor-faktor tersebut seperti dibawah ini:
- Adanya peran dan dominasi AS di kawasan Asia Pasifik, utamanya di Asia Tenggara dalam dimensi politik, ekonomi dan militer, telah memberi makna betapa besarnya pengaruh AS dalam menerapkan kebijakannya sesuai dengan agenda globalnya. Kepentingan Jepang selaku mitra keamanan strategis AS di kawasan juga dilindungi melalui berbagai kebijakan ekonomi, politik dengan sasaran akhir eksistensi kerjasama keamanan kedua mengacu pada kesepakatan WTO dalam memperebutkan keunggulan ekonomi (economy advantages). Bangkitnya China sebagai kekuatan baru ekonomi global dan regional, diprediksikan akan mampu mengimbangi kemajuan dan dominasi ekonomi Jepang di kawasan dalam 5 tahun ke depan. Di kawasan Eropa, pengaruh UE juga semakin Iuas menyusul perluasan keanggotaan UE dan NATO.
- Kecenderungan regionalisme dan integrasi ekonomi di kawasan, sesungguhnya erat kaitannya dengan mengemukanya globalisasi ekonomi dunia, menyusul terbentuknya gagasan Asia Pasific Economic Cooperation (APEC) dan ASEAN Free Trade Area (AFTA) termasuk Free Trade Zone yang akan diterapkan di Batam. Terhitung sejak tahun 2001 hingga kini misalnya, pertumbuhan ekonomi di kawasan mencatat angka kenaikan yang cukup signifikan, dibandingkan sebelum pasca krisis ekonomi 1997-2000. Meskipun demikian kondisi perekonomian belum sepenuhnya stabil seiring semakin meningkatnya isu-isu kejahatan lintas negara seperti, merebaknya isu pencucian uang dan penyelundupan barang di beberapa negara di Asia Pasifik. ASEAN juga telah mengantisipasi perubahan tersebut di atas. Hal ini dapat dilihat dari hasil kesepakatan para pemimpin ASEAN pada KTT ke-12 di Cebu, Filipina pada awal Januari 2007. Tiga poin penting kesepakatan tersebut yaitu mempercepat terwujudnya Masyarakat ASEAN (ASEAN Economic Community, Security Comunity dan menyepakati tahun 2015 diberlakukannya blok perdagangan bebas, dimana akan berlangsung liberalisasi arus barang, jasa, investasi dan modal di kawasan Asia Tenggara sebagai zona perdagangan paling besar di dunia, yang didukung sekitar 10 persen penduduk dunia.
- Isu kejahatan lintas negara dan kerjasama keamanan regional. Permasalahan keamanan regional pada dasarnya bertumpu pada isu-isu klasik di kawasan yang secara fenomenal telah berhasil diatasi melalui model kerjasama ASEAN. Isu fundamentalisme agama dan radikalisme agama tertentu di beberapa negara ASEAN, dituduh pihak Barat terkait dengan kegiatan jaringan terorisme internasional dan merupakan isu keamanan sentral sampai lima tahun ke depan.
- Dalam konteks kerjasama keamanan di kawasan Asia Tenggara, yang melibatkan Indonesia, Singapura dan Malaysia telah menunjukkan upaya cooperative security di kawasan. Hal ini terlepas dari adanya keinginan Singapura dalam mendorong terbentuknya RMSI (Regional Maritime and Security Initiative) yang dimotori oleh USPACOM (US Pasific Command) guna mengatasi isu kejahatan terorisme maritim dan keamanan laut di Selat Malaka dan sekitarnya.
- Keamanan perbatasan dan potensi konflik teritorial. Kondisi keamanan regional relatif stabil sejalan dengan semakin aktifnya negara-negara di kawasan untuk berdialog. Terkait dengan masalah perbatasan di kawasan, yang masih tingginya intensitasnya yang melibatkan Indonesia dengan Singapura, Malaysia, Filipina, Australia, Papua New Guinea, Vietnam, India, Thailand, Republik Palau dan Timor Leste.
c. Lingkungan Nasional.
- Proses politik dan demokratisasi. Akhir tahun 2004 juga ditandai dengan keberhasilan bangsa Indonesia menyelenggarakan Pemilu dengan sistem pemilihan langsung. Proses Pemilu yang sangat transparan merupakan kunci keberhasilan KPU menyelenggarakan pesta demokrasi ini. Sesuai amanat Undang-undang, maka posisi Presiden menjadi sangat kuat sehingga tidak mudah untuk dijatuhkan Parlemen. Di sisi lain, DPR yang anggotanya dipilih langsung oleh rakyat, menjadi kekuatan penyeimbang yang perannya sangat penting selaku pengawas dan pengontrol setiap kebijakan Pemerintah.
- Isu separatisme. Tiga kasus besar gerakan separatis politik dan bersenjata yang kini mengarah pada upaya pemisahan diri dari NKRI yakni, gerakan separatis bersenjata di Aceh, Gerakan Aceh Merdeka/GAM (yang telah sepakat untuk mengakui dan bergabung kembali dalam NKRI), kelompok separatis politik (KSP) dan kelompok separatis bersenjata (KSB/TPN) yang berinduk di bawah OPM di Papua, serta upaya pembentukan kembali Republik Maluku Selatan (RMS) melalui pembentukan organisasi RMS gaya baru yakni Forum Kedaulatan Maluku (FKM).
- Terorisme dan gerakan kelompok radikal. Meski ruang gerak kelompok teroris ini sudah semakin sempit karena langkah-Iangkah yang diambil aparat keamanan, namun realitas bahwa mereka masih eksis menunjukkan bahwa permasalahan terorisme bukan masalah sederhana. Permasalahan terorisme yang dilatarbelakangi belum tuntasnya penyelesaian masalah politik di Timur Tengah, menjadi semakin rumit karena telah berinteraksi dengan isu agama.
- Aksi kekerasan dan konflik komunal. Meski langkah-langkah penegakkan hukum telah diambil, namun diperkirakan kasus-kasus kekerasan dan konflik-konflik komunal masih akan terjadi secara insidentil. Penanganannya diawali dengan pendekatan pembangunan kebangsaan, tanpa mengabaikan keberagaman budaya, dan pada saat yang sama dilaksanakan pembangunan kesejahteraan. Meskipun upaya peningkatan kualitas proses politik dalam rangka normalisasi dan stabilisasi kehidupan masyarakat disejumlah daerah konflik dan rawan konflik relatif berjalan Iambat, tetapi perbaikan struktur dan proses politik menuju resolusi konflik secara bertahap dapat berjalan dengan baik.
- Isu keamanan teritorial, perbatasan dan pulau terluar. Dalam isu keamanan perbatasan baik perbatasan darat maupun laut, terdapat sejumlah permasalahan tapal batas wilayah yang harus segera diatasi. Isu keamanan perbatasan tersebut, juga meliputi adanya kondisi pulau-pulau terluar yang berada dan berbatasan langsung dengan beberapa negara tetangga yang sesungguhnya berpotensi dapat lepas dari NKRI bila tidak dapat dipelihara dan dijaga dengan baik.
Analisis Permasalahan
Dengan
memperhatikan masalah-masalah tersebut, maka diharapkan dapat
mengetahui apa yang sudah dan belum dilakukan serta apa yang belum tepat
sehingga perlu adanya revisi sehingga dapat dievaluasi. Adapun rumusan
permasalahan yang telah teridentifikasi pada pembahasan sebelumnya,
yaitu:
- Kurangnya perhatian pemerintah terhadap isu tapal batas (border).
- Kurang fokusnya Pemerintah dalam mengakomodasi kan aspek geopolitik dalam menentukan kepentingan pertahanan.
- Kurang akuratnya analisis terhadap perkembangan negara-negara major power di kawasan regional.
- Belum optimal dan seriusnya pemerintah dalam memperhatikan karakteristik geografi/wilayah NKRI guna mengakomodasikan geopolitik berkaitan dengan pembangunan.
Analisis Pembangunan Geopolitik Indonesia Terhadap Keutuhan NKRI
1. Dimensi Ruang Dalam Perkembangan Geopolitik.
Ruang adalah inti dari geopolitik, dan menurut Haushoffer
ruang adalah dinamika dari politik dan militer. Dengan demikian
geopolitik merupakan cabang ilmu pengetahuan yang mengaitkan ruang
dengan kekuatan politik dan kekuatan fisik militer dan ekonomi. Kekuatan
politik selalu menginginkan penguasaan ruang dalam arti pengaruh. Jika
ruang pengaruh diperluas, maka akan ada yang diuntungkan dan ada yang
dirugikan.
Berkurangnya
ruang negara dengan sebab apapun akan memberi dampak psikologis kepada
penduduk, merasa kurangnya untuk ”bernafas”. Misalnya, Singapura dan
Israel akan mempersiapkan kekuatan militer yang tangguh mampu
melancarkan ”pre-emptive strike”. Kehilangan ruang berarti kehilangan kehormatan negara dan bangsa.
2. Dimensi Frontier Dalam Perkembangan Geopolitik.
Pengaruh
budaya dan ekonomi apabila tidak menjadi pengaruh dalam politik, tetap
akan dapat mempengaruhi keadaan dalam negeri. Contoh, Aceh dan Papua
Barat. Pada zaman sekarang ini, frontier dapat terletak jauh
diluar batas negara. Akibat globalisasi muncul transparansi masyarakat,
ketahanan nasional cukup menjamin keamanan dan rasa aman suatu bangsa
dan negara, perlu ditopang oleh keamanan nasional. Dengan demikian
frontier pada zaman sekarang ini menjangkau batas imaginer yaitu sejauh
mana kepentingan nasional dapat menjamin perwujudan atau pemenuhannya.
3. Dimensi Politik Kekuatan (Power) Dalam Perkembangan Geopolitik.
Untuk
memenuhi tujuan nasional dan cita-cita bangsa diperlukan kekuatan
politik, ekonomi, dan militer secara paralel dalam bingkai kekuatan
nasional. Oleh karena itu politik kekuatan menjadi salah satu faktor
dalam geopolitik. Contoh, geopolitik Jepang menggunakan kekuatan
ekonomi ditambah sedikit kekuatan politik. Negara Eropa Barat dengan
kekuatan politik dan kekuatan ekonomi hampir seimbang. Amerika Serikat
menggunakan ketiganya, yaitu dengan kekuatan politik, ekonomi dan
militer.
- Globalisasi yang ada, dengan kemajuan teknologi, transportasi dan telekomunikasi mengakibatkan atau menjadikan kepentingan negara-negara besar makin mendunia (seolah-olah dunia ini menciut). Akibat keadaan ini, maka terjadi persinggungan antar negara yang menimbulkan konflik terbuka atau perang, yang pada dasarnya merupakan dinamika perang dan kekuatan.
- Keteguhan dan kesungguhan setiap negara atau bangsa, mempertaruhkan setiap jengkal ruang yang berada didalam wilayah kedaulatannya merupakan satu bukti juga adanya kaitan antara ruang dengan sifat negara sebagai organisme hidup. Dalam hal ini, berkurangnya ruang negara oleh sebab apapun, juga memberikan dampak psikologis pada penduduk akan berkurangnya ruang ”bernafas”. Tidaklah mengherankan apabila negara-negara kecil seperti Singapura atau Israel tidak dapat mentolerir berkurangnya ruang negara; dan akan selalu bereaksi sangat keras terhadap ancaman dari luar yang berpotensi untuk mampu mengurangi ruang negara mereka. Untuk itu negara-negara semacam ini, selalu mempersiapkan kekuatan militer yang tangguh dan mampu melancarkan pre-emptive strike.
- Melemahnya pengaruh Indonesia dalam percaturan politik dunia internasional, terutama di kawasan Asia Tenggara tidak terlepas dari belum terselesaikannya berbagai krisis yang terjadi, seperti sulitnya penerapan good government dan penegakkan supremasi hukum yang tidak konsisten. Realita yang tampak dalam kehidupan masyarakat yaitu semakin rendahnya daya beli masyarakat, angka kemiskinan yang semakin besar, semakin mahalnya biaya pendidikan dan kesehatan dan cenderung melemahkan kepercayaan masyarakat terhadap kredibilitas pemerintah.
- Dimensi Keamanan Negara dan Bangsa Dalam Perkembangan Geopolitik. Geopolitik juga ditujukan untuk menentukan keamanan negara dan bangsa. Ketahanan nasional tidak cukup menjamin keamanan dalam negeri. Frontier harus diselamatkan sebagai batas negara, daerah penyangga (buffer zone) untuk adanya defense in depth. Ruang yang diartikan riil secara geografi dapat diartikan secara semu/maya dari sudut pandang keamanan, yaitu semangat persatuan dan kesatuan. Semangat persatuan dan kesatuan dapat diartikan sebagai ruang. Persatuan dan kesatuan yang selalu dicanangkan pemerintah bukan suatu retorika politik, akan tetapi merupakan langkah geopolitik. Jadi, kehilangan persatuan dan kesatuan berarti kehilangan ruang. Politik dari kolonial Belanda devide et impera adalah upaya memperlemah langkah geopolitik. Membangun keamanan negara dan bangsa melalui upaya peningkatan dan pemantapan ketahanan nasional adalah langkah geopolitik, dimana hasilnya berupa ruang maya/semu yang semakin luas dalam bentuk persatuan dan kesatuan.
Analisis Strategi Pertahanan
- Strategi pertahanan sebagai bagian dari strategi penangkalan, ditujukan terutama untuk mempertahankan kedaulatan dan keamanan negara. Strategi pertahanan digunakan jika strategi penangkalan belum mencapai tujuannya. Reaksi suatu negara dan bangsa terhadap ancaman dapat bervariasi mulai paling keras sampai relatif lunak.
- Ancaman terhadap eksistensi negara dan bangsa.
- Reaksi paling keras.
- Preventive strike.
- Menyewa pangkalan di negara lain.
- Pada orde baru Pancasila dianggap sebagai bagian tak terpisahkan dalam eksistensi sehingga rongrongan terhadap Pancasila mengundang reaksi keras.
- Ancaman terhadap sebagian wilayah. Reaksi lebih rendah dari kekerasannya. Masalah psikologis yang berkaitan dengan kedaulatan dan kehormatan suatu negara dan bangsa akan mendorong reaksi kekerasan yang terjadi. Jika wilayah yang terancam dengan pusat pemerintahan, bereaksi dapat lebih keras.
- Ancaman terhadap live line, ekonomi dan perdagangan. Reaksi tidak begitu keras, untuk negara maritim dapat lebih keras.
- Ancaman terhadap kepentingan nasional.
- Dihadapi dengan manuver politik.
- Untuk AS dapat bereaksi keras karena takut jatuhnya image politiknya sebagai negara Adikuasa.
- Dengan adanya bermacam ancaman tersebut yang bersifat eksternal maupun internal, strategi pertahanan tidak mungkin hanya mengandalkan struktur kekuatan saja, melainkan harus bersandar pada faktor-faktor pengganda.
- Polstra pertahanan RI adalah jabaran dari geopolitik pada aspek militer, karena itu mengandung aspek-aspek konsepsi ruang, konsepsi frontier, konsepsi kekuatan-kekuatan dan konsepsi penciptaan rasa aman dan keamanan bagi rakyat.
- Perkembangan global memaksa Polstra pertahanan RI disesuaikan/ditingkatkan wawasannya mencakup regional, karena dunia sudah tanpa batas (konice kohmae). Dengan demikian, Polstra Han RI harus berupaya menciptakan frontier di luar batas negara dengan maksud untuk memperbesar ruang pertahanan dalam menghadapi berbagai ancaman.
Dari deskripsi di atas, Polstra Han RI
didefinisikan sebagai perlawanan rakyat semesta yang disesuaikan
dengan perkembangan situasi/globalisasi. Dengan politik pertahanan
rakyat semesta dikaitkan dengan kondisi dan konfigurasi geografis ruang
negara , maka strategi pertahanan yang digelar untuk mewujudkan rasa
aman bagi rakyat adalah ”stability in Depth” atau stabilitas berlapis.
Karena ancaman sudah menjadi virtual/maya mungkin datangnya tiba tiba,
kesiagaan harus selalu ada dan arsitektur stabilitas yang
berlapis-lapis:
- Perlawanan rakyat semesta ditopang oleh tiga pilar (bernuansa perang gerilya).
- Orientasi pada rakyat atau dengan lain perkataan bahwa perlawanan rakyat disusun dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Nuansa perang gerilya/pasif dapat diubah menjadi aktif tergantung pada strategi pertahanan, dengan esensi bahwa perlawanan rakyat adalah upaya dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat (demokrasi sistem pertahanan).
- Pelibatannya bersifat semesta, artinya rakyat dengan segala kemampuan dapat dilibatkan dalam perlawanan rakyat (termaksuk produksi, sarana, dan prasarana).
- Pelibatan sesuai dengan intensitas ancaman dengan memperhatikan prinsip ekonomi dalam penggunaan kekuatan (efisiensi).
- Penggelarannya bersifat kewilayahan, artinya memperhatikan ciri dan kondisi ruang perjuangan sedemikian rupa sehingga setiap wilayah dapat menggelarkan sendiri perlawanannya.
KONSEPSI
Kebijakan
Kebijakan
merupakan langkah pertama yang diambil oleh pemerintah sebagai pedoman
untuk menentukan strategi dan upaya. Apabila ditinjau dari hal
tersebut diatas dapat dirumuskan bahwa kebijakan geopolitik Indonesia 5
– 10 tahun mendatang dalam rangka mempertahankan NKRI adalah:
“Terwujudnya
Geopolitik Indonesia 5-10 tahun mendatang melalui peningkatan
pengelolaan geografi, peningkatan peraturan perundang-undangan,
peningkatan wawasan nasionalisme dan kebangsaan dan peningkatan
kualitas SDM dalam rangka mempertahankan keutuhan NKRI”.
Strategi Yang Diterapkan
Strategi Yang Diterapkan
# Strategi I:
Peningkatan
pengelolaan geografi yang ada melalui pemahaman, inventarisasi,
koordinasi, pengelolaan (penetapan dan pemanfaatan) sehingga dapat
memberikan keuntungan disemua bidang kehidupan, penyelenggaraan
pertahanan dan keamanan, meningkatkan ekonomi dan stabilitas nasional,
selanjutnya mampu meningkatkan bargaining position.
# Strategi II:
Peningkatan
implementasi peraturan perundang-undangan melalui inventarisasi,
koordinasi, penyempurnaan peraturan perundang-undangan yang sudah tidak
sesuai dan pembuatan peraturan perundang-undangan yang belum ada,
sosialisasi, implementasi, pengawasan serta penindakan untuk penegakkan
kedaulatan dan hukum sehingga dapat dicapai kesamaan pola pikir, pola
sikap dan pola tindak ; memberi keamanan, kelancaran, dan ketertiban
dalam pelaksanaan kegiatan; tidak tumpang tindih bahkan saling
mendukung.
# Strategi III:
Peningkatan
rasa nasionalisme terhadap bangsa dan negara melalui pendidikan baik
formal maupun non formal serta sosialisasi kepada seluruh masyarakat
sehingga timbul kesadaran akan jati dirinya, tumbuh dan berkembangnya
rasa kebangsaan, tidak mementingkan kepentingan diri ataupun
kelompok/golongan, sehingga menumbuhkan kuat dan mantapnya persatuan
dan kesatuan bangsa serta kesadaran akan bela negara.
# Strategi IV:
Peningkatan
kualitas SDM melalui pendidikan dan latihan sehingga tumbuh dan
berkembang kemampuan profesional dibidangnya, mampu bersaing dengan
tenaga asing atau dari luar, tingkat kehidupan dan kesejahteraannya
meningkat, tumbuh dan berkembangnya ketahanan diri, masyarakat serta
ketahanan nasional yang selanjutnya dapat diwujudkan stabilitas
nasional yang mantap, mampu dan mau menyampaikan aspirasinya.
Upaya
Upaya Strategi I adalah sebagai berikut :
- Pemerintah dalam hal ini Departemen Pendidikan Nasional dan institusi-institusi terkait lainnya baik pemerintah maupun swasta mensosialisasikan karakteristik, konfigurasi, dan kondisi geografi berikut SKA yang ada, keadaan iklim dan cuaca, serta bencana alam yang dapat timbul sehingga diperoleh pemahaman.
- Pemerintah dalam hal ini Departemen Dalam Negeri, Departemen Pertahanan, Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, Departemen Kelautan dan Perikanan, Departemen Kehutanan, dan institusi-institusi lain yang terkait baik pemerintah maupun swasta berkoordinasi, bekerjasama untuk mengelola daerah-daerah khususnya daerah tertinggal, perbatasan dan pulau-pulau terluar sehingga dapat dihindari tumpang tindih pengelolaan.
- Departemen Pertahanan, Departemen Dalam Negeri, Departemen Perhubungan, Departemen Kelautan dan Perikanan, dan institusi lain yang terkait baik pemerintah maupun swasta menggiatkan pembangunan insfrastruktur dasar didaerah khususnya daerah-daerah terpencil sehingga diperoleh kelancaran arus orang, barang dan jasa, membuka keterisolasian, menarik investor untuk menanamkan modalnya.
- Pemerintah melalui Departemen Luar Negeri, yang berkoordinasi dan bekerjasama dengan departemen-departemen/institusi-institusi terkait lainnya, meningkatkan kualitas dan kegiatan perundingan, dialog, pertemuan, maupun lobby dengan negara-negara tetangga/sahabat untuk menyelesaikan masalah batas-batas wilayah negara.
Upaya Strategi II adalah sebagai berikut:
- Pemerintah melalui Departemen Hukum dan HAM dengan melibatkan Departemen/institusi terkait, melakukan inventarisasi peraturan perundang-undangan yang ada, khususnya berkaitan dengan pembangunan politik Indonesia.
- Departemen Hukum dan HAM, Kementerian Politik Hukum dan Keamanan, Departemen Pertahanan dan Departemen/institusi terkait. Menyempurnakan peraturan perundang-undangan yang sudah tidak sesuai dan membuat peraturan perundang-undangan yang belum ada.
- Departemen Hukum dan HAM, Departemen Pertahanan, Departemen Pendidikan Nasional, Kementerian Politik Hukum dan Keamanan, Departemen Dalam Negeri dan Departemen/institusi terkait mendidik, melakukan pembinaan dan sosialisasi.
- Pemerintah melalui Departemen/institusi yang berwenang, melakukan koordinasi, bekerjasama dan memberdayakan institusi baik pemerintah ataupun non pemerintah (lembaga-lembaga swadaya masyarakat).
Upaya Strategi III adalah sebagai berikut:
- Pemerintah dalam hal ini Departemen Pendidikan Nasional, Departemen Pertahanan, Markas Besar TNI, dan Departemen atau institusi terkait lainnya termasuk Perguruan Tinggi negeri/swasta serta tokoh agama dan masyarakat berkoordinasi dan bekerja sama untuk meningkatkan pemahaman tentang jati diri, nasionalisme dan wawasan kebangsaan.
- Pemerintah melalui Departemen Pendidikan Nasional berikut departemen dan institusi lain baik pemerintah maupun swasta memposisikan, memerankan dan memfungsikan kembali lembaga-lembaga masyarakat yang ada.
- Pemerintah melalui departemen-departemen/institusi yang ada, Markas Besar TNI, Sekolahan-sekolahan, Perguruan Tinggi Negeri/Swasta menghidupkan kembali dan mengembangkan organisasi-organisasi kepemudaan.
- Pemerintah melalui Pemda dan institusi terkait baik pemerintah maupun swasta memacu pembangunan didaerah yang melibatkan masyarakat sehingga muncul kembali sifat kebersamaan dan kegotongroyongan.
Upaya Strategi IV adalah sebagai berikut:
- Pemerintah melalui Departemen Pendidikan Nasional bekerja sama dengan departemen/institusi lain yang terkait baik pemerintah maupun swasta, menginventarisasi sarana dan prasarana yang dibutuhkan.
- Pemerintah melalui Departemen Pendidikan Nasional dan institusi lain yang terkait baik pemerintah maupun swasta, baik dari dalam maupun luar negeri membangun tempat-tempat Pendidikan, Laboratorium, Perpustakaan berikut melengkapi dengan tenaga pendidik atau pengajar yang berkompeten.
- Pemerintah melalui Departemen Pendidikan Nasional yang bekerjasama dengan Departemen Pertahanan dan departemen/ institusi lain terkait, serta melibatkan seluruh sekolah-sekolah dan perguruan-perguruan tinggi yang ada memasukkan mata pelajaran geografi khususnya mata pelajaran/bidang studi kewarganegaraan, kewiraan, PPKN sebagai mata pelajaran penting dan utama.
- Pemerintah melalui Departemen Kebudayaan dan Pariwisata serta institusi-institusi lain yang terkait baik pemerintah maupun swasta, lebih memperhatikan kegiatan-kegiatan seperti peringatan hari besar keagamaan, upacara tradisi yang dilakukan di daerah, peringatan hari besar nasional/bersejarah baik pada tingkat lokal maupun tingkat nasional.
PENUTUP
Kesimpulan
Dari pembahasan yang telah dilaksanakan diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut:
- Kondisi geografis Indonesia yang spesifik dan unik dengan sumber daya alam yang berlimpah dihadapkan dengan berbagai permasalahan yang ada, pengaruh lingkungan strategis, geopolitik kawasan, telah mempengaruhi geopolitik Indonesia termasuk sistem pertahanan negara.
- Geopolitik Indonesia masih dipengaruhi oleh paradigma lama dan perkembangan geopolitik negara maju dikawasan, sehingga daerah-daerah tertinggal dan wilayah-wilayah perbatasan masih merupakan wilayah yang terisolir.
- Untuk dapat mengatasi pengaruh perkembangan geopolitik dikawasan, perlu segera dilakukan penanganan berupa kebijakan dalam pembangunan nasional, serta implementasinya disesuaikan dengan kondisi geografi dan budaya daerah setempat.
- Kebijakan pertahanan tersebut harus dijabarkan kedalam tiga grand strategi yaitu mewujudkan pengamanan terhadap daerah-daerah tertinggal khususnya perbatasan negara dari berbagai bentuk ancaman termasuk pencurian SKA.
Berdasarkan kesimpulan tersebut di atas dapat disarankan sebagai berikut:
- Pembangunan nasional disarankan disesuaikan dengan perkembangan geopolitik baik secara global, regional dan nasional.
- Dalam rangka mempertahan kan keutuhan wilayah NKRI perlu segera dilakukan pembangunan di daerah perbatasan dan daerah terpencil.
- Untuk mewujudkan pembangunan pertahanan yang handal perlu memperhatikan perkembangan “pengaruh” negara-negara major power di kawasan regional.
- Dalam mengembangkan geopolitik Indonesia 5-10 tahun mendatang, disarankan faktor geografi dapat dijadikan sebagai salah satu acuan dasar dan pertimbangan termasuk dalam membangun dan mengembangkan sistem dan strategi pertahanan negara.
DAFTAR PUSTAKA
-
1. Hartono, Dimyati, ”Hukum Laut Internasional”, 1977
2. Karl Haushofer, Why Geopolitics?, dalam Geraoid Tuathail, Simon Dalby dan Paul Routledge (eds) : The opolitics Reader, London : Routledge, 1998.
3. Kusnanto Anggoro, Geopolitik, Pengendalian Ruang Laga dan Strategi Pertahanan Indonesia dalam Bantarto Bandoro (eds) : Perspektif Baru Keamanan Nasional, CSIS, 2005.
4. Morgenthau, Hans J., Politics Among Nations : The Struggle for Power and Peace, New York : Revised by Thompson, Kenneth W. Alfred Knopf, 6th ed.
5. Mochtar Kusuma atmadja, Bunga Rampai Hukum Laut, 1978.
Sesko TNI AD, ”Naskah Departemen tentang Geopolitik dan Geostrategi Indonesia”, Bandung 1995.
6. Sunardi, RM., Pembinaan Ketahanan Bangsa (Dalam Rangka Memperoleh Keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia), PT. Kuaternita Adidarma Jakarta, cetakan pertama Pebruari 2004
7. UU No. 3 Tahun 2002 Tentang Pertahanan Negara.