Keberpihakan terhadap UMAT, utamanya
menyangkut KESELAMATAN dan KESEJAHTERAAN tergambar dalam ilustrasi gambar di atas,
KEKUATAN hanya akan DICAPAI manakala ada KESEIMBANGAN KEPENTINGAN orang
banyak (umat) UNTUK DIPERHATIKAN oleh pemimpinya dan bukannya diabaikan. Maka jika tidak
mampu memberikan jalan keselamatan dan kesejahteraan (minimal inisiasi),
sudah saatnya gelar maha berat itu ditanggalkan saja.
Tulisan saya kali ini memang hanya akan dapat dipahami oleh kalangan terbatas yang tentunya memiliki latar belakang aktifitas yang sama sehingga dapat memahami permasalahan yang ada untuk sebaik-baik penjernihan masalah dari banyak pemikiran yang seolah-olah tidak tampak adanya masalah, hal mana diindikasikan memang agar diarahkan seolah-olah benar begitu adanya layaknya tidak ada masalah.
Sudah sama-sama dipahami bahwa sebuah perkumpulan, perhimpunan atau organisasi masa adalah merupakan perkumpulan individu-individu yang memeliki cita-cita dan kepentingan yang sama yang bersatu membentuk sebuah kesatuan aktifitas dalam kebebasan berserikat dan berkumpul yang dijamin oleh undang undang. Lurusnya tujuan dari perkumpulan tersebut bergantung pada beberapa hal penting untuk ditelaah dalam kerangka rasionalitas, apatah lagi di zaman modern ini.
Perkumpulan itu sendiri megkanal kepentingan bersama sebagai bentuk dari berkumpulnya kepentingan individu yang sama-sama digarisbawahi dalam platform-nya, sehingga menempatkan kepentingan bersama di atas kepentingan individu. hal yang menjadi sangat HARAM adalah menjadikan kepentingan individu di atas kepentingan bersama, hal ini harus dipahami oleh stake holder dalam perkumpulan itu sendiri, dan jika tidak dipahami, hal ini hanya akan mengindikasikan sebagai sebuah perkumpulan di ana individu-individunya hanya merupakan objek dari sebuah kepantingan besar yang digagas oleh satu atau beberapa orang saja untuk kepentingan individu atau kelompok kecil dalam sebuah perkumpulan. Hal tersebut biasanya berjalan di kelompok-kelompok komando atau bahkan kelompok-kelompok sekte dengan kekentalan otoritas dogma di dalam kelompok tersebut.
Realitas-realitas yang sudah menjadi dokumen dalam sistim kekuasaan dimana pun harus juga dijadikan literasi yang aktual dalam rangka meluruskan tujuan perkumpulan, sehingga tidak ada distorsi pemahaman bagi pemangku kepentingan dalam menerjemahkan berbagai kebijakan dan program, yang tidak pula bermakna seragam. Kemudian pemangku kepentingan juga memahami kebutuhan ketaatan adalah pada domain pemahaman pada sisi hukum positif yang objektif, bukan pemahaman subjektif yang akan susah dilakukan evaluasi apabila dalam pelaksanaan mekanisme sistim terjadi kekeliruan atau kesalahan apatah lagi kesalahan yang melanggar pada asas tujuan.
Perkumpulan individu-individu yang lurus ini harus ada dalam ikatan (sistim mekanisme) yang lurus dan dengan pemimpin yang lurus pula. Maka jika terjadi hal-hal yang di luar keseyogyaan, akan segera mampu dipulihkan kepada jalan yang lurus. lalu, butuh pengikat lurus yang seperti apa supaya orang-orang ini mau berkepentingan untuk orang banyak ? inilah salah satu pertanyaan yang menggelitik dan menarik untuk dihipotesakan jawabanya.
Pengikat
itu memiliki simpul, yaitu simpul dalam hal pengikat yang lurus adalah
pemimpin yang memiliki keseimbangan antara visi misi dan aktualita yang
berkepihakan kepada Nahniyah atau kebersamaam, jangan sampai terjadi (na'udzubilah min
dzalik) ada pemanfaatan nahniyah
untuk ananiyah. oleh karena pemimpin dan sistim/mekanisme itu memiliki
keterikatan erat, maka syarat pemimpin itu harus bisa dievaluasi,
sehingga dibutuhkan representasi dari yang dipimpinya (ro'yah). Maka, pemimpin yang
tidak bisa dievaluasi oleh ro'yah-nya masuk dalam katagori pemimpin yang otoriter dan
berkecenderungan memanfaatkan nahniyah untuk kepentingan ananiyah. bahwa benar ada ungkapan 'No
Body Perfect', untuk itulah dibutuhkan adanya sistim/din yang tentu
harus paripurna yang teruji oleh hukum alam/ilmu universal, bukan
eksploitasi dogma untuk kekuasaan, artinya,pengikat yang lurus
banyak tergantung dengan simpul ikatanya, apalagi bila din/sistim
masih dalam tahap proses awal dibangun dengan tingkat kesulitan yang tinggi yang sangat mudah melahirkan alibi-alibi untuk menutupi kepentingan individu yang sesungguhnya.
Jadi, sangatlah penting untuk dilakukan kajian mendalam tentang berbagai kebutuhan mekanisme sistim yang bertujuan untuk menghantarkan tujuan bersama yang sudah ada garis petunjuknya dalam naskah-naskah kitab suci sebagai yang diyakini kebenaranya dengan tidak mengharamkan alasan berupa hipotesa sistim dan kebijakan serta program-programnya, baik yang tangible maupun intangible.
by: Bambang Heda