Recent Posts

settia

Menantikan Indonesia Jadi Raksasa Industri Mobil Listrik Dunia


Banyak yang tidak menyadari Indonesia saat berpeluang untuk menjadi negara yang paling banyak menjual kendaraan listrik, atau bisa menjadi basis produksi yang memasok kendaraan listrik di dunia. Akan tetapi untuk bisa mewujudkannya, peran pemerintah sangat menentukan.

Seperti yang disampaikan Dosen Desain Produk FSRD-ITB, Yannes Martinus Pasaribu pada ajang webinar 'Quo Vadis Industri Otomotif Indonesia di Era Elektrifikasi' yang diselenggarakan oleh Forum Wartawan Industri (FORWIN).

Yannes menjelaskan pemerintah memegang peranan penting dalam mensukseskan program kendaraan listrik untuk menekan emisi karbon. Mengingat Indonesia menguasai sekitar 23% cadangan nikel dunia ditambah memiliki sumber daya elemen penyusun baterai lithium.

"Apabila seluruhnya dipergunakan sebagai modal mendirikan industri baterai nasional, maka bukan tidak mungkin pada 2030 mendatang Indonesia bisa menjadi negara produsen baterai kendaraan listrik terbaik di ASEAN," kata Yannes.

Bahkan jika Indonesia serius mendirikan perusahaan baterai kendaraan listrik, Indonesia berpeluang mendapatkan pajak hingga triliunan Rupiah.

"Untuk menuju ke sana perlu leadership yang kuat. Sementara dalam proses menuju ke sana, Indonesia kan ada potensi penerimaan dari carbon tax minimal Rp 3,03 triliun per tahun. Bagaimana kalau insentifnya diberikan ke stakeholder baik itu masyarakat atau industri agar harga mobil dan motor listrik menjadi menarik," usul Yannes.

Menanggapi hal tersebut, Menteri Perindustrian, Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan pemerintah memberikan dukungan penuh.

Agus Gumiwang Kartasasmita menggarisbawahi meningkatnya kebutuhan baterai kendaraan listrik akan mendukung peran strategis Indonesia dalam rantai pasok global industri kendaraan listrik. Hal ini mengingat posisi Indonesia sebagai pemilik cadangan nikel terbesar di dunia, serta masih tingginya cadangan bahan baku primer lainnya seperti cobalt, mangan, dan aluminium.

Ia mencatat saat ini ada sembilan perusahaan yang telah siap mendukung industri baterai; 5 perusahaan penyedia bahan baku baterai, dan 4 perusahaan produsen baterai.

"Industri baterai indonesia harus mengantisipasi perkembangan teknologi ke depan yang berdampak pada harga lebih murah, energi yang dihasilkan lebih tinggi, dan waktu pengisian yang singkat. Adanya teknologi disruptive battery seperti ini, mengindikasikan ketersediaan nikel, mangan dan kobalt melimpah tidak menjamin produksi baterai keberhasilan produksi baterai. Pertimbangan biaya dan kemampuan storage dari material baru juga harus diantisipasi," kata Agus.