Recent Posts

settia

Diperkirakan 50 Persen Orang Palestina Beragama Yahudi


Direktur Cultural Islamic Academy Husein Ja’far Al Hadar mengatakan, ada bentuk-bentuk solidaritas yang harus dibenahi ke depan dalam menyoroti Palestina dan Yaman.

“Minimal tiga bentuk solidaritas untuk Palestina dan Yaman. Pertama solidaritas informasi, kedua solidaritas ekonomi, dan ketiga solidaritas politik,” ujar Husein saat ditemui di Jakarta, Sabtu, (30/12).

Solidaritas informasi, terang dia, solidaritas ini dilakukan dengan cara melawan hoax dan framing media pro-Israel, Arab Saudi, dan sekutunya yang membangun narasi justifikasi kolonialisme atas kedaulatan Palestina maupun Yaman.

“Informasi penting untuk masyarakat, kalau konflik Israel bukan konflik agama maupun ras. Sebagaimana temuan sejarawan Yahudi, Marxis Eric Hobsbawm atau sejarawan Ilan Pappe, konflik Israel-Palestina adalah konflik politik yang didasari oleh politisasi agama dan ras oleh gerakan Zionisme untuk kepentingan kolonialisme mereka mengusai Palestina,” tegas Husein.


Dubes Palestina untuk Indonesia, Fariz Mehdawi menyatakan, sebanyak 50 persen orang Palestina beragama Yahudi. Data dari Israel Central Bureau of Statistics menunjukkan bahwa 20 persen orang Israel adalah Arab.

Adapula sekelompok orang Yahudi yang menentang ide Zionisme dan eksistensi Israel yang bernaung di bawah organisasi khusus bernama Neturei Karta dan International Jewish anti-Zionist Network (IJAN).

Kedua, solidaritas ekonomi. Hal ini melalui bantuan kemanusiaan dan boikot cerdas. Dalam artian di tingkat negara dan masyarakat melakukan upaya pemboikotan terhadap kepentingan ekonomi, khususnya Israel yang tentunya bisa dan efektif. Sekaligus menjadikan media sosial atau apapun milik mereka justru sebagai media untuk kita mengkampanyekan misi kita.

“Semua ini karena ekonomi merupakan kekuatan dasar dan utama lobi Yahudi, khususnya di Amerika Serikat. Terlebih kita juga tahu efektifitas media sosial secara politik,” tutur Husein.

Terakhir, solidaritas politik. Hingga kini, status Palestina di PBB masih sebagai negara pengamat non-anggota. Sedangkan, Israel bukan hanya sudah anggota sejak awal, bahkan 2016 lalu terpilih untuk pertama kalinya sepanjang 71 tahun sejarah PBB menjadi ketua Komite Bidang Hukum PBB.

Padahal Israel adalah negara yang paling sering melanggar hukum internasional. Mereka juga terang-terangan menyatakan takkan mematuhi semua Resolusi PBB soal Palestina.

Kondisi yang tak setara dalam PBB inilah yang menjadikan daya tawar Palestina di meja perundingan lemah. Di sinilah signifikansi solidaritas politik untuk meningkatkan daya tawar dan posisi Palestina di kancah global dan PBB.

Keputusan sepihak Presiden AS Donald Trump mengakui Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel juga bagian dari unilateralisme. Oleh karena itu Indonesia menentangnya.

Kita ingin meninggalkan kejumudan itu dan beralih pada tata kelola dunia berbasis multilateralisme, perundingan dan kesepakatan bersama di mana semua negara duduk sama rendah dan berdiri sama tinggi.

“Ketiga bentuk solidaritas tersebut saling terkait. Tanpa infomasi yang tepat tentang masalah dan kebutuhan Palestina, kita bisa salah dalam berempati secara politik dan juga bisa salah sasaran dalam memilih lembaga dan bidang untuk menyalurkan bantuan ekonomi,” ujar Husein.

Sumber : JAWA POS

Campaign : https://vip-4life.com