Recent Posts

settia

Proyek Bukit Algoritma 'Silicon Valley' Kita di Sukabumi


Belum lama ini bu Sri Mulyani berujar betapa sulit negeri ini keluar dari jebakan sebagai negara berpenghasilan menengah. Bahasa kerennya middle income country. Seperti kutukan, predikat itu tetap melekat pada kita seumur hidup.

"Apa susahnya sih menjadi negara kaya?"

Mudah bagi kita mendirikan toko kelontong sepanjang ada modal dan tempat. Menjadikan dia besar, butuh effort. Saat toko kelontong itu hanya mampu memberi kita hasil cukup bagi sekedar makan, kita masih dianggap dalam klasifikasi miskin.

Ketika toko itu berubah menjadi toko grosir dan kita mampu menabung bahkan jalan-jalan atas hasil pekerjaan kita di sana, kita naik kelas. Pantas kita disebut sebagai kaum dengan kasta menengah.

Biasanya, kita berhenti di titik itu. Kita terjebak pada rasa sudah cukup. Sudah merasa sukses. Dan benar selamanya kita akan berada pada posisi itu tanpa pernah beranjak.

"Kenapa gak mau beranjak?"

Bukan soal mau dan tak mau, kita sering terjebak pada jalan buntu bahkan ketika selalu kita cari.

Bukan sekedar modal kita butuh, bukan pula sekedar effort kita punya, di sana juga harus ada inovasi yang tak pernah boleh berhenti demi ingin naik kelas. Di sana harus ada stock atas banyak ide kita lahrikan demi melesat kita bergerak tanpa ada saingan.

Ide-ide kreatif sebagai cara kita lahirkan demi selalu mencari jalan agar kita tetap leading.

Warung kecil-kecil di seluruh kampung yang ada kita bangun dan aplikasi online kita sematkan di dalamnya agar toko kita tak pernah sepi, adalah salah satu inovasi sebagai jembatan itu.

Memproduksi sendiri sebagain dagangan yang biasanya kita beli dan menempelkan merk dengan nama kita atas alasan bahwa toko kita sudah tersebar, juga adalah ide kreatif itu sendiri.

Itu adalah jembatan yang akan membuat kita menyebrang atas jarak tercipta. Itu seperti membuka pintu yang selama ini tampak selalu tertutup.

Itu solusi atas jalan kita bagi mampu keluar dari jebakan sebagai kelompok berpenghasilan menengah.

Demikian pula negara, negara harus mampu melahirkan banyak inovator bagi banyak bidang dan terutama dalam teknologi di mana dunia memang sedang bergerak ke arah itu. Tanpa hal tersebut, kita selamanya hanya akan menjadi follower.

Anda bisa ikut dagang di tokopedia dan sukses, tapi anda tak akan mungkin lebih sukses dari Wiliam Tanujaya. Lebih dari William ada google dan microsoft yang memiliki status lebih tinggi. Itulah seharusnya Indonesia menjadi.

Membuat Indonesia menjadi bangsa pengunggah sebagai ganti kebiasaan kita sebagai pengunduh adalah salah satu jembatan bagi kita keluar dari jebakan itu.

Bukit Algoritma dibangun di Sukabumi adalah jawaban. Bukit Algoritma sebagai cara kita tak mau tertinggal terlalu jauh dari laju cepat Silicon Valley di Amerika Serikat dalam bidang teknologi kita hadirkan. Di sana, ladang bagi bibit kecerdasan anak bangsa kita semai.

Di sana konsep bagi terbentuknya ekosistem yang mampu melahirkan produk-produk berkualitas dunia, termasuk melahirkan SDM yang diharapkan mampu menjadi salah satu pemimpin industri dunia dibangun.

"Bukit Algoritma? Siapa yang bangun?"

Saat penandatanganan sebagai tanda dimulainya pembangunan infrastuktur antara Direktur Utama AMKA (BUMN), Nikolas Agung dan Direktur Utama PT Bintang Raya Lokalestari, Dhanny Handoko ada hadir Budiman Sudjtamiko sebagai pihak.

Memaami bahwa Budiman adalah pendiri gerakan Inovator 4.0 Indonesia, sepertinya ada benang merah dapat ditarik terkait dengan idenya.

Informasi lain yang tak kalah penting adalah adanya dana sebesar 1 milyar euro atau setara 18 triliun rupiah yang telah digelontorkan hanya untuk fase 3 tahun pertama saja. Akan ada banyak dana yang akan terus mengalir bagi proyek vital ini.

Kawasan itu akan berkembang menjadi Kawasan Ekonomi Khusus. Kawasan itu juga pasti akan menjadi tempat baik bagi kita untuk turut serta dalam bergerak pada dunia berteknologi.

"Kenapa gak pakai dana negara?"

Sama dengan ide dasar atas pembangunan ini yakni ingin melahirkan banyak inovator, bukankah tak kreatif bila segala sesuatu terkait pendanaan harus minta pada negara? Cara-cara kreatif harus menjadi dasar bagi lahirnya para insan kreatif. Dan itu sudah dilakukan di sana.

Pendanaan proyek ini murni dari swasta, baik asing maupun lokal.

"Kenapa Budiman?"

Sepertinya, kata "pembebasan" adalah apa yang selalu menjadi dasar pemikirannya.

Ketika nama Budiman pertama muncul di 1996, apa yang ingin disampaikan adalah "membebaskan". Dia tampak sangat concern dengan ide "membebaskan" rakyat dari keterkungkungan Orde Baru.

Dia berbicara sebagai orator sekaligus motivator yang mengajak masyarakat tak lagi harus takut dengan apa itu kebebasan yang harus diperjuangkan. Itu berakibat dia masuk penjara.

Saat dia menjadi anggota DPR, "membebaskan" rakyat pedesaan dari kemiskinan adalah perjuangannya. Lahirnya UU Desa adalah dalah satu dari inisiatifnya. Sejak uu itu, desa mendapat jatah hampir 70 triliun pertahun dan masuk dalam APBN. Desa langsung menerima manfaat atas uu tersebut.

Membebaskan rakyat dari hanya sekedar menjadi pemakai menjadi pembuat, dari pengunduh menjadi pengunggah kini tampak menjadi caranya concern pada kebebasan itu sendiri. Terus berbicara tentang pentingnya inovasi 4.0 yang tak pernah bosan dia bicarkan adalah bukti keseriusan dia mengajak rakyat untuk tak takut berkompetisi di sana.

Dia tak tampak sebagai seorang politikus yang sibuk pada narasi demi citra, dia lebih terlihat sebagai aktivis di mana hasil konkrit sebagai akibat diterima oleh yang dia perjuangkan terbukti dinikmati.

Kini dana awal sebesar 18 triliun itu pun datang karena caranya senang dengan berkeringat dan itu demi ide pembebasan yang dia perjuangkan. Dia ingin Indonesia menjadi seperti apa yang dia bayangkan yakni negara maju di mana seluruh rakyatnya melék teknologi sebagai keharusan bagi ketimpangan harus dihindarkan.

"Apakah gak terlalu idealis bagi Indonesia?"

Sempat pada kurun waktu tertentu dia dijuluki alien. Idealismenya dan caranya berbicara seperti tak membumi dan maka programnya pun tak tampak dilirik teman-temannya apalagi negara.

Namun perjuangan tak kenal lelahnya nerkhir manis. Ide si alien ini pada akhirnya terlihat masuk akal dan bahkan harus menjadi rujukan.

Bukti bahwa tahap pertamanya mampu menghimpun dana sebesar 18 triliun rupiah, tentu bukan ide sembarangan dan terlebih lagi sebagai ide alien. Itu ide yang sangat masuk akal karena ukurannya adalah untung dan rugi.

Sama dengan Silicon Valley di AS yang bekerja sama dengan banyak universitas top di negaranya, ITB, IPB dan UNPAD telah memiliki kesepkatan awal atau mou atas keterlibatan mereka dalam turut berkontribusi pada perkembangan teknologi pada proyek ini.

Bukit Algoritma atau "Silicon Valley" versi Indonesia itu sengaja dibuat agar dapat menjadi tempat berkumpulnya sumber daya manusia Indonesia handal dan terampil, yang dapat memberikan kontribusi bagi pembangunan negeri ini.

Di sana, kita sebagai komunitas berbicara tentang bioteknologi, nanoteknologi, komputer kuantum, semikonduktor, hingga teknologi energy storage dan industri kreatif bukan karena kita makhluk alien, tapi itu tentang capaian kita sebagai insan Indonesia.

Tak ketinggalan, teknologi-teknologi terkini pun menjadi sasaran pengembangan di wilayah itu pada cara kita berkomunikasi.

Penyematan teknologi stealth pada drone buatan Pindad bukan hal mustahil akan dapat kita produksi akibat obrolan di Bukit Algoritma tersebut. Hanya masalah waktu saja itu sebagai jarak.

"Kapan mulai dibangun?"

Pada 7 April 2021 kontrak pembangunan itu ditandatangani. BUMN Amarta Karya adalah pihak yang bertanggung jawab pada pembangunan infrastukturnya.

Diharapkan, dalam 3 tahun pertamanya kawasan itu sudah mulai layak bagi diskusi dan pembelajaran tentang science yang seharusnya menjadi salah satu milik berharga bangsa ini.

Menciptakan inovator seharusnya dengan inovasi, demikianlah Bukit Algoritme lahir karena inovasi dan kreatif kita sebagai anak bangsa.

Bukan hanya menjadi bangsa yang mengkonsumsi teknologi, tetapi menjadi bangsa yang memproduksi teknologilah kita Indonesia seharusnya..

Dengan lahirnya berbagai inovasi dan teknologi hasil riset dan pengembangan yang menjawab tantangan di era revolusi industri 4.0, itu akan membawa Indonesia segera keluar dari "jebakan" negara berpendapatan menengah adalah keniscayaan itu sendiri.

Satu-satunya cara bagi kita keluar dari "jebakan" tersebut hanya dalam rupa pertumbuhan ekonomi yang berbasis inovasi. Bukan lagi sekadar mengeksploitasi sumber daya alam seperti selama ini kita lakukan.

Di sana, di Bukit Algoritma itu asa kita sebagai bangsa sedang disemai.

Bukit Algoritma Senilai 18 T


Manajemen PT Amarta Karya (Persero) bersama Kiniku Bintang Raya KSO dan PT Bintang Raya Lokalestari pada Rabu lalu, 7 April 2021, telah menandatangani kontrak untuk menggarap proyek bernama Bukit Algoritma. Proyek yang berlokasi di wilayah Sukabumi, Jawa Barat itu disebut-sebut bakal menjadi 'Silicon Valley' seperti di Amerika Serikat.

Kontrak Pekerjaan Pengembangan Rencana Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Pengembangan Teknologi dan Industri 4.0 itu ditandatangani oleh Direktur Utama PT Amarta Karya (Amka) Nikolas Agung, Ketua Pelaksana Kiniku Bintang Raya KSO Budiman Sudjatmiko, dan Direktur Utama PT Bintang Raya Lokalestari, Dhanny Handoko.

Dirut Amka Nikolas Agung menyebutkan, pihaknya dipercaya sebagai mitra infrastruktur pembangunan Bukit Algoritma. Proyek di atas lahan seluas 888 hektare ini secara spesifik berlokasi di Cikidang dan Cibadak, Sukabumi.

Di tahap awal pembangunan hingga tiga tahun mendatang, kata Nikolas, nilai total proyek diperkirakan bakal menghabiskan 1 miliar euro atau setara Rp 18 triliun. Dana itu di antaranya digunakan untuk peningkatan kualitas ekonomi 4.0.

Selain itu, dana akan dimanfaatkan untuk peningkatan pendidikan serta penciptaan pusat riset dan development untuk menampung ide anak bangsa terbaik, demi Indonesia bangkit. Dana proyek juga akan digunakan untuk meningkatkan sektor pariwisata di kawasan tersebut.

Nikolas berharap pengembangan KEK Sukabumi mampu meningkatkan infrastruktur pertumbuhan yang tangguh berkelanjutan dan mewujudkan pembangunan SDM berbasis ilmu pengetahuan dan teknologi. "Yang merupakan salah satu alat dukung penuh pemerintah dalam mendorong pertumbuhan ekonomi nasional," ujarnya, Kamis, 8 April 2021.

Menurut dia, optimalisasi bonus demografi Indonesia menjelang tahun 2045 serta partisipasi dalam upaya mitigasi middle income trap dapat ditempuh melalui peningkatan daya saing, produktivitas inovasi dan penguatan SDM. Oleh karena itu, kata Nikolas, Amka berkomitmen mengambil peran dan andil yang besar dalam rencana proyek Pengembangan KEK Sukabumi ini.

Sementara itu, Ketua Pelaksana Kiniku Bintang Raya KSO Budiman Sudjatmiko berharap banyak atas proyek Bukit Algoritma tersebut. Ia ingin Bukit Algoritma dapat menjadi pusat penelitian dan pengembangan sumber daya manusia di masa depan.

Apalagi, menurut Budiman, sudah banyak generasi muda Indonesia yang menorehkan prestasi dan menciptakan inovasi di kancah global. Tak tertutup kemungkinan, kawasan yang digadang-gadang bakal jadi seperti Silicon Valley di AS itu akan menjadi salah satu pusat untuk pengembangan inovasi dan teknologi tahap lanjut. "Misal kecerdasan buatan, robotik, drone (pesawat nirawak), hingga panel surya untuk energi yang bersih dan ramah lingkungan," ucapnya.

Sumber: Karto Bugel, Kompas dan Detik