Recent Posts

settia

5 Hari Setelah SP3 Kasus BLBI, Presiden Jokowi Terbitkan Keppres Buat Buru Aset


Presiden Joko Widodo menerbitkan Keputusan Presiden Nomor 6 Tahun 2021 tentang Satgas Penanganan Hak Tagih Negara terhadap BLBI.

Keppres tersebut diterbitkan pada 6 April 2021, atau lima hari setelah KPK menghentikan penyidikan kasus SKL BLBI dengan tersangka Sjamsul Nursalim selaku pemegang saham pengendali Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) dan istri, Itjih Samsul Nursalim diumumkan KPK pada 1 April 2021.

Menkopolhukam Mahfud MD menjelaskan Keppres tersebut untuk memburu aset dari kasus yang telah dihentikan oleh KPK.

Menurut Mahfud aset-aset karena utang perdata terkait BLBI jumlahnya mencapai Rp108 triliun.

“Di dalam Keppres tersebut ada lima menteri ditambah Jaksa Agung dan Kapolri yang ditugasi mengarahkan Satgas untuk melakukan penagihan dan pemrosesan semua jaminan agar segera jadi aset negara,” tulis Mahfud di akun Twitter pribadinya, Kamis (8/4/2021).

Mahfud menambahkan dengan adanya Keppres tersebut pemerintah akan menagih dan memburu aset-aset utang terkait BLBI.

Adapun penghentian penyidikan terkait BLBI yang dikeluarkan KPK berdasarkan dari putusan MA yang menyatakan kasus yang menyeret Ketua BPPN Syafruddin Arsyad Temenggung, Sjamsul Nursalim selaku pemegang saham pengendali BDNI dan istri, Itjih Samsul Nursalim bukan ranah pidana melainkan perdata.

“SP3 itu adalah konsekuensi dari vonis MA bahwa kasus itu bukan pidana. Kini Pemerintah akan menagih dan memburu aset-aset karena utang perdata terkait BLBI yang jumlahnya lebih dari Rp108 triliun,” ujar Mahfud.

Kasus SKL BLBI Dihentikan, Sjamsul Nursalim dan Istri Tak Lagi Jadi Buronan KPK


Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghentikan penyidikan kasus korupsi SLK BLBI yang dilakukan tersangka Sjamsul Nursalim selaku pemegang saham pengendali Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) dan istri, Itjih Samsul Nursalim. 

Keduanya merupakan tersangka kasus suap surat keterangan lunas Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (SKL BLBI) yang dilakukan bersama-sama Ketua BPPN Syafruddin Arsyad Temenggung (SAT).

Pemberhentian kasus tersebut buntut dari putusan Mahkamah Agung (MA) yang mengabulkan permohonan Kasasi SAT dengan menyatakan, terdakwa SAT terbukti melakukan perbuatan sebagaimana didakwakan kepadanya, akan tetapi perbuatan itu tidak merupakan suatu tindak pidana.

Serta melepaskan Terdakwa tersebut oleh karena itu dari segala tuntutan hukum (onslag van alle rechtsvervolging).

Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menjelaskan KPK telah menempuh langkah hukum dengan mengajukan PK atas putusan MA tersebut. 

KPK, sambung Alexander, juga meminta pendapat dan keterangan ahli hukum pidana yang pada pokoknya disimpulkan bahwa tidak ada upaya hukum lain yang dapat ditempuh KPK.

Dengan pendapat tersebut KPK berkesimpulan syarat adanya perbuatan penyelenggara negara dalam perkara SKL BLBI dengan tersangka Sjamsul Nursalim dan istri tidak terpenuhi.

"Tersangka SN dan ISN berkapasitas sebagai orang yang turut serta melakukan perbuatan bersama-sama dengan SAT selaku penyelenggara negara. Maka KPK memutuskan untuk menghentikan penyidikan perkara atas nama tersangka SN dan ISN tersebut," ujar Alexander saat jumpa pers di gedung KPK, Kamis (1/4/2021).

Alex menambahkan penghentian penyidikan kasus suap SKL BLBI ini sesuai dengan ketentuan Pasal 40 UU KPK.

Menurut Alex sebagai bagian dari penegak hukum, maka dalam setiap penanganan perkara KPK memastikan akan selalu mematuhi aturan hukum yang berlaku.

"Penghentian penyidikan ini sebagai bagian adanya kepastian hukum dalam proses penegakan hukum sebagaimana amanat Pasal 5 UU KPK, yaitu 'Dalam menjalankan tugas dan wewenangnya KPK berasaskan pada asas Kepastian Hukum'," ujar Alex.

Perjalanan Kasus

KPK menetapkan Sjamsul Nursalim dan Itjih Samsul Nursalim sebagai tersangka kasus korupsi SKL BLBI pada Februari 2019 dan diumumkan sebagai dalam daftar pencarian orang (DPO) pada Juni 2019.

Penetapan sebagai DPO ini lantaran Sjamsul dan Itji kerap mangkir dari pemeriksaan KPK.

Sebelumnya SAT telah ditetapkan tersangka pad April 2017. Pada September 2018, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tipikor Jakarta Pusat menetapkan SAT bersalah dan menjatuhkan vonis 13 tahun penjara. 

Hakim menyatakan SAT terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan perbuatan korupsi bersama dengan Sjamsul Nursalim dan Itjih Nursalim sehingga merugikan negara Rp4,58 triliun. 

Atas putusan PN Tipikor Jakpus, terdakwa SAT mengajukan banding ke  Pengadilan Tinggi Jakarta dan Majelis Hakim menjatuhkan putusan pidana penjara selama 15 tahun dan pidana denda sebesar Rp1 miliar.

Atas putusan ini terdakwa SAT kemudian mengajukan upaya hukum Kasasi kepada MA. 

Tanggal 9 Juli  2019, MA mengabulkan Kasasi terdakwa SAT sebagaimana putusan nomor putusan: 1555 K/Pid.Sus/2019 tanggal 09 Juli 2019.

Amar putusan tersebut melepaskan Terdakwa tersebut oleh karena itu dari segala tuntutan hukum (onslag van alle rechtsvervolging) dan memerintahkan agar terdakwa dikeluarkan dari tahanan.

Pada 17 Desember 2019 KPK mengajukan upaya hukum luar biasa PK atas putusan Kasasi SAT. Namun pada 16 Juli 2020 Permohonan PK KPK ditolak berdasarkan Surat MA Nomor: 2135/Panmud.Pidsus/VII/2020 tanggal 16 Juli 2020.