Recent Posts

settia

Menkes Budi: Penerima Vaksin Covid-19 Dapat Sertifikat dan Tak Perlu Swab Saat Bepergian


"Kalau yang sudah vaksin kita akan kasih sertifikat vaksin cuma sertifikatnya bukan sertifikat fisik, tapi sertifikat digital yang bisa ditaruh di Apple wallet atau Google wallet," ujar Budi dalam rapat dengan Komisi IX DPR RI, Kamis (14/1/2021).



Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan pihaknya tengah mewacanakan untuk memberikan insentif bagi penerima vaksin guna menyukseskan program vaksinasi Covid-19. Insentif berupa sertifikat digital.



Menurut dia, sertifikat digital itu akan memudahkan penerima vaksin Covid-19 ketika bepergian. Warga yang divaksin, nantinya, tidak perlu lagi melakukan swab test atau antigen.

"Sehingga kalau beliau terbang atau pesan tiket di Traveloka tidak usah menunjukan PCR test atau antigen. Dengan menggunakan elektronik health certification itu dia langsung bisa lolos dan itu terintegrasi," ujar Budi soal vaksin Covid-19.

Koordinasi

Budi mengatakan, akan koordinasi dengan Kementerian Perhubungan agar insentif ini bisa berjalan. Menurutnya, insentif ini bisa diperluas bukan hanya untuk penerbangan tetapi bisa untuk ke konser, pasar, mall, pengajian dan sebagainya.

"Asalkan ada health certificate dalam bentuk google wallet nanti kita cari aplikasi-aplikasinya bisa dibikin anak-anak muda Indonesia agar bisa menjadi mekanisme screening yang baik dan online," kata Budi.

1. Gak perlu swab, bisa tunjukkan sertifikat vaksinasi saat ke mal ataupun acara musik



Tidak hanya saat bepergian, sertifikat yang direncanakan berbentuk digital ini juga bisa dipakai untuk memasuki tempat yang mewajibkan bawa hasil PCR.

"Nanti bisa dipakai untuk protokol-protokol industri lainnya, misalnya orang mau menonton konser, ke pasar, mal atau saat melakukan bersama pengajian," jelasnya.

2. Pelaksanaan vaksinasi akan dilakukan tiap daerah





Diketahui, pelaksanaan vaksinasi dimulai sejak Presiden Joko "Jokowi" Widodo disuntik vaksin CoronaVac. Jokowi mengungkapkan vaksinasi ini merupakan ikhtiarnya sebagai warga negara Indonesia untuk bisa terbebas dari pandemik COVID-19.

"Vaksin COVID-19 inilah yang lama kita tunggu-tunggu dan baru disuntikkan setelah BPOM mengeluarkan izin penggunaan darurat, dan Majelis Ulama Indonesia menyatakan suci dan halal untuk digunakan," ucap Jokowi saat penyuntikan vaksinasi perdana, Rabu (13/1/2021).

Jokowi menambahkan, vaksinasi perdana ini nantinya akan terus dilanjutkan di seluruh provinsi, kabupaten/kota di Indonesia. "Saya berharap vaksinasi COVID-19 yang tahapannya sudah dimulai hari ini berjalan dengan lancar," tambahnya.

3. Pemerintah pusat menyiapkan 1,2 juta dosis vaksin





Pada termin pertama tahap awal, sesuai dengan arahan Kementerian Kesehatan, pemerintah pusat telah menyiapkan 1,2 juta dosis vaksin untuk sejumlah daerah.

Sebanyak 14 provinsi menjadi prioritas dengan mempertimbangkan jumlah kasus COVID-19 yang tinggi yakni DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Daerah Istimewa Yogyakarta, Banten, Sulawesi Selatan, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Riau, Sumatra Barat, Sumatra Utara, Bali, dan Papua.

Sayangnya, masih ada beberapa provinsi yang belum bisa menerima semua jatah vaksin COVID-19. Kondisi ini disebabkan jaringan distribusi rantai dingin yang belum memadai di provinsi tersebut. 

"Ada delapan provinsi yang belum bisa menerima semua (vaksin), rupanya kami tahu hambatan yang ada mengenai jaringan distribusi rantai dinginnya," ujar Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin dalam rapat dengar bersama Komisi IX DPR RI yang siarkan secara langsung oleh YouTube DPR RI, Selasa (12/1/2021).

4. Jaringan distribusi rantai dingin jadi hambatan saat pendistribusian vaksin COVID-19




Budi menyadari jaringan distribusi rantai dingin akan menjadi hambatan pada saat pendistribusian vaksin COVID-19 dengan jumlah yang lebih besar pada tahapan selanjutnya. Ia pun mengaku khawatir dengan keadaan tersebut.

"Baru 1,2 juta sudah tidak mampu, apalagi nanti kita kirim 17 juta dan 25 juta," ujarnya.

Diketahui, penggunaan vaksin COVID-19 produksi Sinovac itu sudah mendapatkan izin penggunaan darurat dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Majelis Ulama Indonesia (MUI) juga telah resmi mengeluarkan fatwa halal terhadap vaksin tersebut.

Menkes Buka Opsi Vaksinasi Mandiri oleh Perusahaan

Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menawarkan opsi supaya program vaksinasi COVID-19 mandiri bisa dilakukan korporasi. Dia kemudian memberi catatan lain, agar vaksinasi menyentuh seluruh kalangan dari karyawan hingga jajaran direksi.

"Namun itu belum final. Masih dalam diskusi. Kami terbuka untuk diskusi karena objektif kami adalah vaksinasi sebanyak-banyaknya, secepat-cepatnya, dan semurah-murahnya," kata Budi dalam rapat kerja dengan Komisi IX DPR RI, sebagaimana dilansir dari ANTARA, Kamis (14/1/2021).

1. Vaksinasi mandiri dilakukan setelah program pemerintah


Budi mengaku sudah berkomunikasi dengan menteri lain ihwal opsi tersebut. Menkes menggarisbawahi supaya program vaksinasi mandiri dilakukan setelah vaksinasi wajib dari pemerintah, menghindari kesan bahwa vaksin hanya diperuntukkan bagi mereka yang memiliki uang.

"Karena itu, jangan sekarang. Vaksinasi mandiri nanti saja setelah vaksinasi wajib untuk tenaga kesehatan dan pekerja publik sudah diberikan. Jangan langsung di depan," kata dia.

2. Harus vaksin yang memenuhi standar WHO dan BPOM


Budi melanjutkan, pengadaan vaksin untuk vaksinasi mandiri juga harus dilakukan di luar pemerintah. Dengan kata lain, pihak swasta langsung melakukan kesepakatan dengan produsen.

"Yang penting vaksinnya ada di WHO (Organisasi Kesehatan Dunia), disetujui oleh BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan), dan datanya harus satu dengan data pemerintah. Jangan sampai berantakan," tutur dia.

3. DPR minta agar pengadaan vaksin tidak membebankan anggaran prioritas nasional


Dalam kesempatan yang sama, Komisi IX DPR meminta Menkes agar memastikan ketersediaan vaksin sesuai dengan perhitungan kebutuhan, peralatan pendukung, dan logistik lainnya, termasuk rencana cadangan bila terjadi hal yang tidak terduga.

"Pendanaan pelaksanaan vaksinasi COVID-19 2021 jangan sampai mengganggu anggaran program prioritas nasional di bidang kesehatan," ujar Ketua Komisi IX DPR Felly Estelita Runtuwene. 

4. Komisi IX DPR meminta Kementerian Kesehatan RI memastikan pelaksanaan vaksinasi COVID-19 berjalan baik


Sementara, kesimpulan hasil rapat ada beberapa hal. Pertama, Komisi IX DPR meminta Kementerian Kesehatan RI memastikan pelaksanaan vaksinasi COVID-19 berjalan dengan baik di antaranya:

a. Memastikan ketersediaan vaksin yang memenuhi aspek keamanan, khasiat mutu, sesuai perhitungan kebutuhan, sarana prasarana pendukung dan logistik vaksinasi lainnya, termasuk memiliki rencana cadangan (back up plan) dalam had terjadi hal yang tidak terduga ;
b. Memastikan pendanaan pelaksanaan kegiatan vaksinasi COVID-19 tahun 2021 dengan tidak mengganggu anggaran program prioritas nasional di bidang kesehatan dalam tahun anggaran berjalan;
c. Memastikan kesiapan mekanisme distribusi dan manajemen vaksin termasuk sarana prasarana dan logistik rantai dingin sesuai standar;
d. Menjamin kesiapan baik dari sisi kuantitas dan kualitas dari fasilitas pelayanan kesehatan pelaksana pelayanan vaksinasi;
e. Memastikan kapasitas vaksinator terlatih secara kuantitas dan kualitas serta tenaga kesehatan lain yang terlibat dalam program vaksinasi;
f. Segera memastikan validitas dan reliabilitas data sasaran penerima vaksin;
g. Tidak mengedepankan ketentuan dan atau peraturan denda dan atau pidana untuk menerima Vaksin COVID-19;
h. Mempersiapkan sarana prasarana termasuk pembiayaannya untuk mendukung pemantauan dan penanggulangan Kejadian lkutan Paska lmunisasi (KIPI) termasuk monitoring dan evaluasinya; dan
Mengintensifkan advokasi dan sosialisasi kampanye vaksinasi dengan melibatkan pemerintah daerah, pejabat publik, tokoh masyarakat, tokoh agama, dan pemangku kepentingan lainnya.

Kedua, Komisi IX DPR mendesak Kementerian Kesehatan dan BPOM RI berkoordinasi dengan Kemenristek/BRIN untuk terus melakukan percepatan pengembangan kandidat vaksin Merah Putih, dan kandidat vaksin produk dalam negeri lainnya, dengan tetap mempertimbangkan protokol wajib dalam proses pengembangan vaksin serta memastikan khasiat, mutu, dan keamanannya.

Ketiga, Komisi IX DPR mendesak Kementerian Kesehatan RI mengutamakan satu skema kerja sama pada setiap kandidat vaksin COVID- 19, yang dibiayai Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN).

Keempat, Komisi IX DPR mendesak Kementerian Kesehatan meningkatkan upaya penanganan COVID-19 dengan mengambil kebijakan khusus terkait:
a. Mengedepankan upaya promotif dan preventif melalui penguatan pelaksanaan protokol kesehatan;
b. Peningkatan kuantitas tempat tidur (TT) bagi pasien COVID-19 di seluruh rumah sakit baik vertikal maupun non-vertikal;
c. Memastikan peningkatan sarana prasarana dan kesiapan seluruh Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) sebagai garda terdepan untuk mampu menangani penyakit katastropik yang membutuhkan pemantauan pasien secara rutin sehingga meminimalisir rujukan pasien ke rumah sakit di masa pandemi ini;
d. Berkoordinasi dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Rl dan pemangku kepentingan lainnya untuk mempertimbangkan kebijakan pemberian relaksasi Uji Kompetensi Dokter Indonesia (UKDI) di masa pandemi dengan tetap memperhatikan kualitas, demi peningkatan kapasitas tenaga kesehatan baik dari segi jumlah, jenis maupun distribusi guna menyikapi kekurangan tenaga kesehatan di setiap fasilitas pelayanan kesehatan; dan
e. Bekerja sama dengan kementerian/lembaga lainnya melakukan hilirisasi inovasi alat kesehatan produksi dalam negeri khususnya Genose guna mempercepat proses framingtestingtreatment (3T) COVID-19.
f. Bersama-sama dengan pemangku kepentingan lainnya melibatkan partisipasi aktif masyarakat, tokoh masyarakat, tokoh agama, dan penggerak masyarakat guna upaya penanggulangan pandemi COVID-19.

Kelima, demi melindungi kesehatan dan keselamatan masyarakat, Komisi IX DPR RI mendesak BPOM untuk mengawal dan mengevaluasi proses uji klinik fase 3, untuk memastikan efikasi dan keamanan vaksin CoronaVac sampai dengan pengamatan enam bulan yaitu Maret 2021.

Kemudian, meminta BPOM melakukan evaluasi terhadap kandidat vaksin sesuai dengan standar dan ketentuan yang berlaku, dalam rangka memberikan persetujuan Penggunaan Saat Darurat (Emergency Use Authorization) secara mandiri dan transparan

Selain itu, bersama Kementerian Kesehatan Rl, Komnas dan Komda KIPI secara intensif melakukan pemantauan Kejadian Ikutan Paska lmunisasi (KIPI).

Keenam, Komisi IX DPR mendesak PT Bio Farma (Persero) untuk bertanggung jawab penuh menjaga mutu, keamanan dan waktu produksi CoronaVac yang diproduksi oleh Sinovac Biotech Ltd dan PT Bio Farma (Persero) yang didistribusikan ke seluruh Indonesia.