Recent Posts

settia

SOFT REVOLUTION JOKOWI HANTAM KONGLOMERAT HITAM DAN BERDAYAKAN RAKYAT


Revolusi lembut alias soft revolution ala Jokowi menghancurkan tatanan kapitalisme. Konglomerasi dan korporasi besar terancam. Harus berbagi dengan rakyat jelata. Lalu kenapa UU Cipta Kerja ditolak? Omnibus Law menghantam sistem penguasaan sumber daya alam (SDA) seperti lahan hutan dan tanah yang dikuasai oleh korporasi besar, konglomerat hitam, yang korup kolutif. Konglomerat dan backing-nya marah.

Dengan UU Cipta Kerja, Bab XIII Pasal 180, jutaan tanah di kota, lahan, hutan, tambang, yang sudah di bawah konsesi perusahaan besar, property, namun tidak dibangun dalam dua tahun, negara bisa mengambilnya. Untuk diberikan kepada rakyat. Redistribusi tanah untuk rakyat memungkinkan.

“UU Cipta Kerja memungkinkan negara memberikan tanah untuk rumah rakyat di kawasan perkotaan dengan harga murah, atau bahkan gratis,” jelas Menteri Sofyan di Jakarta, Kamis (8/10/2020).

Sejak memimpin, revolusi lembut ala Jokowi dilakukan dengan menggaungkan Revolusi Mental. Revolusi mental tak mendapatkan tanggapan. Kenapa? Karena mental didikan Orba 32 tahun dan 10 tahun pemanjaan SBY, sudah telanjur merusak mental. Memang sudah blong. Korup.

Jokowi banting stir. Dia menggerakkan Saya Pancasila. Sunyi dukungan. Nyaris hanya Jokowi yang berani bilang: Saya Pancasila. Padahal sebenarnya Jokowi mengajak kepada gerakan revolusi mental. Koruptor mana berani bilang: Saya Pancasila.

Tak patah arang. Jokowi paham makna Pancasila. Dengan wujud keadilan sosial,Pancasila harus diwujudkan. Pancasila harus dirasakan manfaatnya oleh rakyat. Karena pelawan Pancasila sudah mengakar sampai ke anak-anak PAUD. Runyam.

Jokowi berpikir keras. Untuk mewujudkan mimpi mengubah kehidupan rakyat, karena esensi politik sebenarnya adalah tentang kekuasan dan uang, maka Jokowi menggalang kekuatan koalisi maksimal. Hanya menyisakan PKS dan Partai Demokrat. Jokowi ingin mengubah dengan revolusi lembut, lewat Parleman yang dia kuasai – meskipun dia tidak memiliki partai.

Azas pikiran logis dia adalah Saya Pancasila, yang bahkan BPIP pun tidak mampu menerjemahkan maksud Jokowi. Pancasila yang dibumikan gagal dimasukkan  ke sistem pendidikan yang telanjur dikuasai oleh kaum radikal, disusupi HTI dan kaum radikal.

Lalu? Jokowi pun menggunakan instrumen hukum – peraturan dan UU untuk membumikan Pancasila. Pikiran cerdas Jokowi bekerja. Bikin UU Cipta Kerja Omnibus Law. Ini sesungguhnya perubahan dahsyat revolusi mental.

Siasat memakai Omnibus Law pun dilakukan setelah membenahi infrastruktur fisik: jalan, jembatan, bandara, pelabuhan. Menuju kesejahteraan rakyat.

Omnibus Law adalah suprastrukturnya, alat pelaksana kerja, atau aturan, hukum dibuat. Itu setelah benda fisik sebagai sarana terlaksananya bisnis, perdagangan, pembuatan barang dibuat. Ada sarana. Ada yang bisa menjadi fasilitas terlaksananya pergerakan ekonomi, pabrik, kawasan ekonomi khusus, dan pariwisata.

Yang Jokowi lakukan pertama untuk Indonesia adalah menggerakkan ekonomi. Ekonomi yang telah dikuasai oleh segelintir manusia. Satu persen orang Indonesia menguasai 99% kekayaan Indonesia. Segelintir 25 orang menguasai 3,4 juta hektar hutan/tambang. Akibatnya, kemiskinan merajalela.

Jokowi membongkar. Sejak 2015 deregulasi dilakukan, paket kebijakan ekonomi digulirkan. Sampai 16 kali. Daftar negatif investasi pun makin sedikit. Namun, upaya Jokowi tidak membuahkan hasil maksimal. Komitmen investasi hanya di atas kertas. Misalnya Raja Salman menjanjikan investasi 80 miliar dollar, realisasinya nol besar.

Kegagalan menarik investasi (dalam dan luar) karena tumpang tindihnya aturan investasi. Belum lagi serikat pekerja yang menjadi tuan atas buruh dan majikan. Investor ketakutan. Bahkan jadi ATM bagi pergerakan buruh – yang akhirnya ditunggangi kaum radikal. Runyam. Semua harus diubah.

Itulah sebabnya manusia seperti SBY, Agus dan gerombolan kadal gurun yang menjadi kaki tangan para bohir, konglomerat hitam, marah besar. Isu, hoaks, dibangun sedemikian rupa. Karena misalnya tanah yang sudah di bawah konsesi perusahaan besar, property, namun tidak dibangun, negara bisa mengambilnya. Untuk diberikan kepada rakyat. Soft revolution yang fenomenal ala Jokowi.  

(Penulis: Ninoy N Karundeng)