Recent Posts

settia

Di Tengah Gonjang-ganjing Al Zaytun, Salah Satu Alumninya Jadi Finalis WATE di Inggris


Di tengah kontroversi dan gonjang-ganjing Mahad Al Zaytun, ada salah satu alumni pondok itu, memperoleh penghargaan dari sebuah kampus di Inggris.

Alumni tersebut bernama Miftahul Ulum. Dia diganjar dari University of Warwick. Sebuah kampus yang terletak di pinggiran Kota Coventry dan diakui sebagai salah satu institut terdepan di Inggris.

Miftahul memperoleh penghargaaan sebagai salah sayu finalis Warwick Award for Teaching Excellence (WATE) 2023.

WATE adalah sebuah ajang penghargaan yang diberikan oleh University of Warwick bagi tenaga pengajarnya setiap tahun sebagai bentuk apresiasi.

University of Warwick didirikan pada tahun 1965. Kampus itu merupakan anggota 24 universitas penelitian Russel Group. Saat ini, Warwick memiliki lebih dari 18.000 mahasiswa dari 120 negara.

Universitas ini terdiri dari fakultas seni, kedokteran, sains, dan ilmu pengetahuan sosial. Sebanyak 92% lulusannya telah bekerja atau melanjutkan pendidikan setelah 6 bulan kelulusan.

Dalam unggahannya di media sosial Facebook, Miftahul Ulum sangat bersyukur bisa memperoleh gelar itu. Sebab, dibanding dua tahun sebelumnya (2021&2022) menempatkan dirinya hanya sebagai salah satu nominee.

“Tahun ini bisa menjadi salah satu finalis, meski pun belum bisa menjadi juaranya,” ungkap Miftahul Ulum.

Penghargaan ini, katanya, semata-mata untuk beribadah kepada Allah SWT. “InsyaaAllah.. Jadi segala hasil yang bersifat materiil, insya Allah sekedar bonus,” ungkapnya.

Apa hubungannya penghargaan yang diterimanya  dengan Al Zaytun? Menurutnya jelas sangat berhubungan. Setidaknya ada tiga poin yang berhubungan dengan Al Zaytun.

“Jika saya tidak mengenyam pendidikan di Al Zaytun, maka belum tentu saya bisa menjadi ‘Muslim Indonesia pertama’ yang menjadi finalis ‘Penghargaan dari Uni Warwick bagi Pengajar Terbaik di tahun 2023,” ungkapnya.

Yang pertama, katanya, berkat ‘nyantri’ di Al Zaytun dan belajar Mata Pelajaran Metodik Didaktik sejak SMP-lah sehingga menjadi pengajar dan pendidik.

“Sejauh pengetahuan saya, saya belum pernah dengar ada sekolah lain di Indonesia bahkan di luar negeri yang mewajibkan mata pelajaran ini bagi santri- santrinya,” ungkapnya.

Yang kedua, tidak hanya melalui teori saja dengan belajar Metodik Didaktik, di Al Zaytun-lah dirinya memiliki pengalaman pertama bisa menjadi pengajar dan pendidik.

“Alhamdulillah, sejak kelas 1 aliyah, saya dan kurang lebih 20-an teman yang masuk dalam kelas khsus. Di kelas itu, selain diamanahi sebagai wali kamar bagi yunior-yunior kami di kelas tsanawiyah, juga diamanahi untuk mengajar mereka,” jelasnya.

Dia mengajar khususnya di kelas 1 dan 2 tsanawiyah. Konsekuensinya, dirinya harus lebih banyak di gedung pembelajaran. Dari pukul 7-9.30 adalah jadwal mengajar. Kemudian pukul 9.30-12.00 dan 15.30-17.30 adalah jadwal belajar. Diselingi sholat dan istirahat dari pukul 12.00-15.30.

Faktor terakhir, tambah dia, inilah yang paling berkontribusi. Yakni mendapat contoh langsung dari guru yang mengajar dan mendidik dengan tulus dan ikhlas.

“Di antaranya dengan mengorbankan lebih banyak waktu untuk kami, dibandingkan dengan waktunya bersama anak-anaknya sendiri,” tambahnya.

Dirinya pun yakin motto Al Zaytun “Mendidik dan membangun semata-mata hanya untuk beribadah kepada Allah SWT” yang melatarbelakangi pengorbanan para dewan guru.

“Saya yang saat ini juga telah menjadi orang tua, jelas sangat bisa merasakan, jika bukan karena niat yang tulus ikhlas nan mulia ini, maka sungguh akan sangat berat untuk menjadi pengajar di Al Zaytun,” ungkapnya lagi.

Akumulasi dari tiga faktor itu, yang menjadikan Mihtahul Ulum menjadi finalis WATE 2023, di salah satu perguruan tinggi terbaik di dunia! Kampus itu jika merujuk ke National Student Survey 2022, berada di peringkat 1 in Russell Group for politics in all categories.

Sumber : https://radarcirebon.disway.id/