Recent Posts

settia

Kelola Dana Rp 210.000 T, BlackRock Dkk Mau Dibubarkan?

Tiga manajer investasi global yakni BlackRock, Vanguard, dan State Street Corporation mengelola aset gabungan mencapai senilai US$ 15 triliun atau setara Rp 210.000 triliun (kurs Rp 14.000/US$), angka dana kelolaan yang menakjubkan, setara dengan lebih dari tiga perempat ukuran ekonomi AS.


Menurut sebuah makalah yang diterbitkan pada Selasa lalu (24/11/2020) oleh American Economic Liberties Project, kelompok yang dibentuk pada Februari lalu dengan tujuan mengkritisi monopoli bisnis tertentu, mengungkapkan, pertumbuhan pesat dari tiga manajer investasi itu sebagian didorong oleh munculnya ETF yang sangat murah.

ETF atau reksa dana yang bisa diperdagangkan di bursa (exchange traded fund) memberi tiga fund manager raksasa itu pengaruh besar atas pasar keuangan dan prioritas perusahaan di AS.

Makalah tersebut juga menyerukan untuk secara efektif untuk membubarkan tiga besar fund manager itu dengan melakukan amandemen Dodd-Frank, Undang-Undang reformasi Wall Street 2010.

Dodd-Frank Wall Street Reform and Consumer Protection Act disahkan sebagai hukum federal oleh Presiden Barack Obama pada 21 Juli 2010. UU disahkan sebagai tanggapan terhadap resesi ekonomi di akhir tahun 2000-an, dan membawa perubahan terbesar pada regulasi keuangan di AS sejak reformasi regulasi pasca-Depresi Besar.

Steele, mantan staf di San Francisco Federal Reserve Bank yang sekarang menjadi Direktur Corporations and Society Initiative di Stanford Graduate School of Business, mengatakan dia berharap pemerintahan Biden akan mempelajari solusi potensial untuk tiga fund manager ini.

Tapi dia menegaskan bahwa ketiganya akan melawan. "Mereka tidak akan membiarkannya [kritikan ini]."

Hanya saja, tidak jelas ada keinginan di Washington untuk menangani masalah ini, terutama setelah upaya pemerintahan Obama untuk membatasi kekuasaan para lembaga pengelola dana yang ditumpulkan oleh pelobi.

Pemerintahan baru era Joe Biden-Kamala Harris diharapkan fokus memerangi pandemi, membangun kembali ekonomi dan mengatasi krisis iklim.

Namun menurut analisis CNN, jika ada upaya antitrust di era Biden, kemungkinan besar fokusnya adalah Big Tech, bukan Big BlackRock.

Tidak mengherankan, BlackRock, State Street, dan Vanguard akhirnya mempermasalahkan publikasi makalah tersebut.

"Pada dasarnya kami tidak setuju dengan kesimpulan dalam makalah ini dan rekomendasinya, yang kami yakini akan merugikan investor," kata State Street dalam sebuah pernyataan.

BlackRock, manajer investasi terbesar di dunia, memiliki saham setidaknya 5% di 97,5% perusahaan unggulan di Indeks S&P 500.

Menurut makalah American Economic Liberties itu, posisi ini memberi BlackRock peran yang sangat besar dalam cara perusahaan menanggapi krisis iklim.

BlackRock mengelola lebih dari US$ 87 miliar atau Rp 1.218 triliun saham di perusahaan bahan bakar fosil. Kekuatan porsi saham ini membuatnya telah menentang atau abstain dari 80% mosi pemegang saham terkait iklim di perusahaan-perusahaan tersebut antara 2015 dan 2019, kata makalah tersebut.

Manajer investasi ini juga mempekerjakan mantan wakil ketua bank sentral AS, Federal Reserve (The Fed) dan mantan kepala Bank Nasional Swiss.

BlackRock sangat kuat sehingga pemerintah federal AS meminta bantuan fund manager ini selama dalam dua resesi terakhir.

Pada Maret, The Fed menggunakan BlackRock untuk mengelola dana dengan membeli utang perusahaan, termasuk obligasi sampah.