Recent Posts

settia

SIMALAKAMA IMIGRAN TIMUR TENGAH DI EROPA YANG MEMBAHAYAKAN BANGUNAN POLEKSOSBUDHANKAM EROPA


Pada awalnya mereka datang berbondong bondong untuk mencari selamat dari ancaman konflik yang bertahun tahun mendera di negerinya. Lalu mengemis pekerjaan dan mengais ngais apa saja untuk hidup.

Setelah mapan mereka beranak pinak sehingga jumlahnya membengkak - mengambil dana dari para pembayar pajak warga setempat - disusul kehadiran pendatang lainnya. Lalu menuntut hak ini dan itu, bahkan minta hukum syariah diberlakukan. Dan setelah kuat mencoba mendikte negara dan meneror.

Saya kira tidak sulit memahami persoalannya dalam gambar besar itu. Mereka tidak bisa beradaptasi dengan budaya dan negara tempat tinggalnya yang baru dan tafsir sempit terhadap agama yang mereka yakini membuat mereka jadi monster.

Saya perjelas : tafsir sempit terhadap ajaran agama. Bukan agama itu sendiri.

Sebab kita yang menganut agama yang sama di sini bisa hidup rukun dan damai.

Mereka lantang berteriak agamanya ramah - membawa damai, sejuk dan indah. Tapi pada saat yang sama pengikutnya memenggal kepala dan menusuk orang serta mengebom warga yang tidak bersalah.

Sejujurnya saya agak kecewa ketika Pak Mahfud MD memanggil Dubes Prancis dan mengajari Islam agama ramah. Saya tidak tahu apakah pak Mahfud bersimpati pada guru di Prancis yang dipenggal itu.

Mari kita bayangkan seandainya ada seorang guru yang dibunuh dan dipenggal kepalanya di sini. Pastilah presiden kita juga akan membela sang guru. Di negeri beradab mana pun guru pekerjaan terhormat dan harus dibela dan dilindungi.

Islam agama yang ramah? - Ya! Tapi tidak dengan sebagian pengikutnya. Dan itu tak hanya terjadi di Eropa di mana mereka jadi minoritas. Melainkan juga di sini. Sebagai mayoritas.

"Di sini minoritas sebenarnya sering dihina, tapi sama pemerintah suka gak digubris," komentar akun @gemaalfaputra di laman portal berita.

"RI kecam Prancis sudah benar, tapi bagaimana dengan FPI, HTI yang masih demen kekerasan di RI. Kalau negara luar mengecam kan melanggar konsep kedaulatan. Mbok yang ini juga segera diberesin, malu ahh mengecam Perancis tapi kagak beresin yang di sini," tanggapan akun @raja_pasar.

Sejumlah negara Eropa mulai mencemaskan pengaruh yang dibawa imigran ke negara mereka. Sebab, para imigran itu mayoritas dari negara-negara muslim yang memiliki latar budaya berbeda dengan mereka.

Apalagi Eropa kini sedang mengalami krisis pengangguran, terutama di kalangan anak-anak muda. Sementara beban jaminan sosial bagi para pensiunan meningkat tajam dalam beberapa tahun terakhir ini.

Alasan lainnya, adanya kekhawatiran bahwa kehadiran para pengungsi akan bisa mengganggu bangunan politik dan sosial-budaya di negara-negara Eropa selama ini.

Para pengungsi dikhawatirkan akan bisa memberi pengaruh negatif pada nilai-nilai sekuler yang dianut bangsa Eropa. Dan kini terjadi.

Kalaulah Liga Arab dan OKI mau menunjukkan tanggungjawabnya, maka penderitaan para pengungsi bisa jadi berkurang. Apalagi negara-negara Teluk dikenal sangat kaya raya.

Namun, faktanya untuk mendapatkan suaka politik di negara-negara Teluk dan Arab kaya lainnya, persyaratannya justru lebih berat daripada di negara-negara Eropa.

Lalu adakah ikatan agama tidak cukup kuat untuk mengggerakkan para pemimpin Liga Arab, OKI, dan kita untuk membantu para pengungsi yang mayoritas Muslim? Di manakah solidaritas seiman dan se-Islam mereka? Mengapa terkesan adem ayem?

SEMENTARA itu, Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan justru memanfatkan banjir pengungsi dari wilayah konflik di Timur Tengah untuk kepentingan politiknya sendiri memeras Uni Eropa.

Pada 2016, Turki setuju untuk menampung pengungsi di negaranya demi membendung aliran migran dari Timur Tengah ke Eropa.

Erdogan lalu menuntut lebih banyak dana untuk kamp-kamp pengungsi di Turki.

Dia pun mengancam akan membuka perbatasan Turki untuk pengungsi yang melarikan diri ke Eropa - kalau Turki tidak mendapatkan dukungan militer dari NATO untuk operasi pasukannya di Suriah.

Erdogan mengambil keuntungan politik dari krisis pengungsi dan mencari simpatisannya di dalam negeri.

Dia mengecam kebebasan ala Prancis tapi isterinya pakai tas Hermes seharga Rp.700 juta. ***

Oleh : Supriyanto Martosuwito

https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=193199422299402&id=100048280360068