Recent Posts

settia

Polisi Beberkan Bukti Bukti 'Hasutan dan Hoaks' di Media Sosial dan Tersangka Rusuh Pada Demo Omnibuslaw


Mengenakan seragam tahanan warna oranye, Jumhur Hidayat, Syahganda Nainggolan, Anton Permana dan enam orang lainnya diminta berdiri berjejer di belakang meja pimpinan kepolisian yang menggelar jumpa pers.

Kepolisian membeberkan apa yang disebutkan sebagai barang bukti dugaan keterlibatan sembilan orang anggota Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) terkait kerusuhan dalam unjuk rasa menolak UU Cipta Kerja di Jakarta dan Medan.

Keterangan ini disampaikan polisi tidak lama setelah Gatot Nurmantyo, Presidium Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) bersama pimpinan KAMI lainnya mendatangi Mabes Polri Kamis (15/10) untuk "memprotes dan menuntut pembebasan" rekan-rekan mereka.

Dalam jumpa pers pada Kamis (15/10) sore di Jakarta, kepolisian juga menghadirkan sembilan orang tersangka yang sebelumnya disebutkan sebagai aktivis Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI).

Mengenakan seragam tahanan warna oranye dengan tangan terikat ke depan, Jumhur Hidayat, Syahganda Nainggolan, Anton Permana dan enam orang lainnya diminta berdiri berjejer di belakang meja pimpinan kepolisian yang menggelar jumpa pers.

Enam orang lainnya itu adalah Khairi Amri, Juliana, Novita Zahara S, Wahyu Rasasi Putri, Kingkin Anida serta Deddy Wahyudi. Mereka ditangkap secara terpisah di Medan, Jakarta dan sekitarnya.

Belum jelas siapa pelaku pengrusakan sejumlah fasilitas umum dan kantor pemerintah di Jakarta, namun hal itu terjadi pada saat unjuk rasa menolak Omnibus Law oleh kelompok buruh, mahasiswa dan kelompok masyarakat lainnya.


Presidium KAMI Gatot Nurmantyo (kiri, mengenakan kemeja batik) dan Din Syamsuddin (dua dari kanan) datang ke Mabes Polri, Kamis (15/10), "memprotes" penahanan sembilan orang rekan-rekan mereka.

Sejumlah pejabat keamanan, diantaranya Menkopolhukam Mahfud MD, melontarkan tuduhan bahwa aksi pengrusakan itu didalangi sejumlah orang yang disebut sebagai aktor intelektual.

Mahfud kemudian mengancam akan melakukan tindakan hukum terhadap mereka yang dinyatakan sebagai dalang di balik tindak anarkis yang berujung pada tindakan pidana.

Sejumlah pegiat yang terlibat dalam demonstrasi menolak Omnibus Law kemudian meminta agar pemerintah tidak melempar tuduhan tanpa disertai bukti-bukti.

Pada Rabu (14/10), kepolisian mengklarifikasi telah menangkap sejumlah orang pimpinan dan anggota KAMI yang disebut telah menghasut dan menyebarkan kebencian yang menyebabkan kerusuhan dalam unjuk rasa tersebut.

Apa bukti-bukti yang diklaim dimiliki polisi?

Kepala Divisi Humas Mabes Polri, Irjen Argo Yuwono, dalam keterangannya, mengungkapkan apa yang disebutnya sebagai bukti-bukti tindakan penghasutan dan penyebaran kebencian oleh sembilan orang tersangka.

Belum ada keterangan tersangka dan pengacaranya atas klaim temuan barang bukti oleh polisi ini. Dalam jumpa pers polisi, tersangka tidak diberi kesempatan berbicara.

Argo kemudian membacakan sejumlah "cuitan di Twitter", "status di Facebook", hingga "ujaran dalam grup whatsapp" yang diduga dilakukan oleh sebagian tersangka.


Sekelompok orang merusak halte Trans Jakarta di Jalan Thamrin, Jakarta, saat unjuk rasa anti-UU Cipta Kerja, 8 Oktober 2020.

Dari temuan itulah, polisi mengklaim telah menemukan apa yang dinilai sebagai "pola" dari ujaran para tersangka di media sosial dan disebut sebagai "penghasutan" dan "hoaks".

"Itu pola yang digunakan, menggunakan hasutan dan model hoaks," kata Argo.

Dari keterangan polisi, ujaran-ujaran yang dibeberkan dalam jumpa pers itu semuanya terkait dengan penolakan para tersangka terhadap UU Cipta Kerja.

Ujaran para tersangka di dalam media sosial serta whatsapp itulah, demikian Argo Yuwono, yang "mengakibatkan anarkisme dan vandalisme" saat unjuk rasa tersebut.

"Dengan pola penyebaran hoaks itulah yang mengakibatkan anarkisme dan vandalisme sehingga [dalam unjuk rasa] menyebabkan petugas polisi terluka, gedung dan fasilitas umum rusak yang semuanya membuat kepentingan umum terganggu," jelasnya.

Di mana kaitan antara ujaran tersangka dan unjuk rasa yang rusuh?

Ditanya wartawan tentang keterkaitan langsung antara ujaran para tersangka di media sosial dan kerusuhan yang terjadi belakangan, Argo mengatakan, upaya penyelidikan polisi tidak semata mengidentifikasi isi ujaran tersebut.

"Kita masih menggabung-gabungkan. Yang namanya IT itu seperti laba-laba, ke sana-kemari. Nanti kita analisa, evaluasi.


Halte Trans Jakarta yang terbakar dan mengeluarkan gumpalan asap gelap, 8 Oktober 2020.

"Jadi nanti arahnya kemana 'oh, ternyata dengan adanya kegiatan unjuk rasa yang anarkis, vandalisme, ini dikaitkan dengan adanya ajakan yang berpola itu tadi," paparnya.

Gatot Nurmantyo, Din Syamsuddin tuntut agar 'Jumhur dkk dibebaskan'

Beberapa jam sebelum kepolisian menggelar jumpa pers, pimpinan KAMI Gatot Nurmantyo, Din Syamsuddin dan beberapa orang lainnya, mendatangi Mabes Polri.

Rencana mereka bertemu Kapolri dan menemui rekan-rekan mereka yang ditahan, tidak berhasil.

Di hadapan wartawan di Mabes Polri, Gatot dkk melayangkan protes terhadap tindakan hukum polisi terhadap sembilan orang anggota KAMI.

"Ada ketidakadilan. Kalau pun UU ITE mau diterapkan, kami mendesak diterapkan kepada semua. Termasuk ujaran-ujaran kebencian terhadap KAMI, terhadap figur-figur KAMI, yang berada di depan mata.

"Mengapa itu tidak diusut, tidak ditangkap, karena seaspirasi. Kami menuntut semuanya, termasuk siapa saja, yang ditangkap dengan ketidakadilan, untuk dilepaskan," tegas Din Syamsuddin.

'Tindakan polisi menahan Jumhur dkk tidak lazim dan menyalahi prosedur'

Sementara, deklarator KAMI Rochmat Wahab mengatakan tindakan kepolisian dalam penangkapan sembilan pegiat KAMI "aneh, tidak lazim dan menyalahi prosedur".


Dua orang pelaku unjuk rasa di depan pos polisi yang dibakar di sudut Jakarta, 8 Oktober 2020.

Dia juga mempertanyakan bukti-bukti dan prosedur di balik penangkapan yang disebutnya "sangat dipaksakan dan tidak sesuai prosedur hukum yang berlaku, bahkan seperti menangani teroris."

Mereka kemudian meyakini tindakan polisi ini "mengandung tujuan politis".

Kepada wartawan, Rochmat juga memprotes proses penangkapan Jumhur Hidayat - yang disebutnya baru menjalani operasi batu empedu di rumah sakit.

"Sebagai mantan pejabat tinggi yang berjasa kepada negara, jelas sangat berlebihan dan di luar batas kemanusian," kata Rochmat.

Jumhur Hidayat diketahui menjabat sebagai Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI (BNP2TKI) pada tahun 2007-2014. Jabatan ini setara eselon I.

Bagaimana tindakan penangkapan atas Jumhur dkk berawal?

Sebelumnya, kepolisian mengumumkan penahanan lima dari delapan anggota Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) yang ditangkap dalam beberapa hari terakhir terkait demonstrasi menolak Undang-Undang Cipta Kerja yang berakhir ricuh di sejumlah daerah.

Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri, Brigjen Awi Setiyono saat itu mengungkapkan empat anggota KAMI di Medan, dan empat di Jakarta, ditangkap oleh tim siber Bareskrim atas sangkaan melanggar Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

KAMI membantah tudingan bahwa mereka berperan dalam kerusuhan, menyebut penangkapan ini merupakan bagian dari "pola lama" mengambinghitamkan kelompok yang kritis terhadap pemerintah.

Penangkapan ini terjadi di tengah wacana tentang keberadaan "aktor intelektual" di balik kerusuhan dalam unjuk rasa menentang omnibus law Undang-Undang Cipta Kerja.


Foto ilustrasi: Sejumlah mahasiswa mengikuti aksi di halaman Gedung Pemerintah Kota Tangerang, Kota Tangerang, Banten, Senin (12/10/2020), menolak UU Cipta Kerja.

Seorang pengamat politik menilai wacana yang digulirkan pemerintah tersebut sebagai upaya "mendegradasi protes masyarakat".

"Untuk mengatakan bahwa orang-orang ini adalah aktor intelektual itu kan seperti menghina kewarasan publik, seakan-akan publik tidak punya sikap terhadap omnibus law," kata pengamat politik Hurriyah.

Siapa saja yang ditangkap dan apa alasannya?

Dalam jumpa pers pada Selasa (13/10) sore, Brigjen Pol. Awi Setiono mengumumkan inisial orang-orang yang ditangkap atas sangkaan ujaran kebencian dan penghasutan terkait demonstrasi menentang omnibus law yang berakhir ricuh di sejumlah daerah.

Mereka adalah KA, JG, NZ, dan WRP yang ditangkap di Medan serta AP, SG, JH, dan KA yang ditangkap di Jakarta. Awi mengatakan semua orang yang ditangkap di Medan dan sebagian yang ditangkap di Jakarta sudah ditahan. Mereka semua diperiksa di Jakarta.

Sebelumnya pada Selasa siang, lewat pesan teks kepada BBC News Indonesia, Awi menyebut sebagian orang yang ditangkap sebagai anggota KAMI Medan: Juliana, Devi, Khairi Amri, dan Wahyu Rasari Putri. Ia juga mengungkap nama Anton Permana, Syahganda Nainggolan, Jumhur Hidayat, dan Kingkin Anida yang merupakan anggota KAMI di Jakarta.


Salah satu pimpinan KAMI, Syahganda Nainggolan, ditangkap polisi.

Dalam jumpa pers, Awi mengatakan delapan orang yang ditangkap dijerat dengan UU ITE dan pasal 160 KUHP tentang penghasutan.

"Mereka dipersangkakan melanggar 'setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan terhadap individu atau kelompok tertentu berdasarkan atas SARA dan/atau penghasutan'," ujarnya.

Awi berkata perincian mengenai kasus termasuk motif dan alat bukti akan disampaikan di kemudian hari. Ia menyebut unggahan di media sosial menjadi salah satu buktinya.

"Penghasutan tentang apa, tentang pelaksanaan demo omnibus law yang berakibat anarkis... di sana memang terkait dengan percakapannya di Medsos itu menjadi satu barang bukti."


Jumhur Hidayat, pegiat KAMI ditangkap polisi.

Ketua Komite Eksekutif KAMI, Ahmad Yani mengatakan belum tahu alasan penangkapan Syahganda dan Jumhur. Adapun penangkapan Anton, diduga karena unggahan di media sosial - namun ia belum bisa memastikan isi unggahan tersebut.

Ketua Komite Eksekutif KAMI, Ahmad Yani mengatakan belum tahu alasan penangkapan Syahganda dan Jumhur. Adapun penangkapan Anton, diduga karena unggahan di media sosial - namun ia belum bisa memastikan isi unggahan tersebut.

Apa tanggapan KAMI?

Ahmad Yani mempertanyakan penangkapan sejumlah anggota KAMI oleh polisi. Ia juga secara khusus mengungkapkan kekhawatiran atas kondisi Jumhur, yang disebutnya baru keluar dari rumah sakit setelah menjalani operasi empedu.

Ia membantah bahwa kelompoknya punya andil dalam kerusuhan di ujung demo menolak omnibus law, mengklaim bahwa mereka adalah "gerakan moral, gerakan intelektual" yang sangat menentang kekerasan.

Lebih jauh, Ahmad menyebut penangkapan anggota KAMI sebagai "pola lama" dari upaya mendiskreditkan gerakan yang kritis terhadap pemerintah.

"Ada gerakan massa, setelah itu ada [tindakan] anarkis; bukannya mengusut anarkis itu tapi malah mencari kambing [hitam], ditujukan kepada pihak-pihak seperti KAMI ini," ujarnya.


Unjuk rasa menolak UU Cipta Kerja pekan lalu diwarnai kerusuhan dan pengrusakan sejumlah bangunan dan fasilitas publik, termasuk halte Trans-Jakarta.

Pada Kamis pekan lalu, Menkopolhukam Mahfud MD menyatakan akan menindak tegas hal yang disebutnya "aktor intelektual dan pelaku aksi-aksi anarkis dan berbentuk kriminal" dalam demonstrasi menolak UU Cipta Kerja.

Mahfud tidak menjelaskan lebih lanjut siapa yang dimaksud dengan "aktor intelektual" itu, namun tuduhan seperti ini berulangkali dibantah oleh pimpinan buruh dan mahasiswa.

Bagaimanapun, wacana tentang keberadaan aktor intelektual di balik demonstrasi menolak UU Cipta Kerja yang diwarnai kerusuhan di sejumlah daerah terus bergulir.

Kemarin, Susilo Bambang Yudhoyono, ketua majelis tinggi Partai Demokrat yang menolak UU Cipta Kerja di parlemen, membantah bahwa dirinya menggerakkan unjuk rasa.

Mantan presiden RI itu meminta pemerintah segera mengungkap siapa aktor yang disebut-sebut "menunggangi" demonstrasi.

"Kalau tidak (disebutkan aktor intelektual itu), nanti dikira negaranya melakukan hoaks, tidak bagus, karena kita harus percaya dengan pemerintah kita," kata SBY dalam video tanya jawab yang diunggah di laman Facebook resminya.

Pada hari Senin, ditemukan sejumlah spanduk yang menuduh KAMI menunggangi aksi demonstrasi menolak UU Cipta Kerja di Jalan Merdeka Barat, Jakarta Pusat.

Detik melaporkan bahwa spanduk bertulisan "KAMI Terbukti Menunggangi Aksi Demo Buruh & Pelajar" sudah terpasang sebelum massa Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) menggelar aksi di lokasi tersebut.

Ketua Komite Eksekutif KAMI, Ahmad Yani membantah tudingan itu. "Kalau kesamaan ide bahwa kita menolak undang-undang omnibus law iya. Pertanyaannya, apakah kita melawan hukum kalau kita menolak itu? ... Hak menyatakan pendapat kan boleh," ujarnya.

'Degradasi protes publik'

Pengamat dari Pusat Kajian Politik Universitas Indonesia (Puskapol-UI), Hurriyah, menilai penangkapan terhadap anggota KAMI serta wacana pemerintah tentang aktor intelektual di balik demonstrasi sebagai upaya mendegradasi protes publik.

Menurutnya, manuver seperti ini bertujuan membingkai gerakan-gerakan massa yang menolak omnibus law sebagai gerakan yang dimobilisasi. Padahal, protes terhadap undang-undang tersebut muncul dari berbagai elemen seperti buruh, mahasiswa, dan bahkan Ormas Islam.

"Bahwa kemudian ada aktor-aktor politik yang numpang dalam isu-isu ini untuk kepentingan politik mereka, itu lazim terjadi... Tetapi untuk mengatakan bahwa orang-orang ini adalah aktor intelektual itu kan seperti menghina kewarasan publik, seakan-akan publik tidak punya sikap terhadap omnibus law. Bahwa narasi penolakan yang dimunculkan oleh publik itu adalah narasi yang disebarluaskan oleh kelompok-kelompok seperti KAMI," ujarnya kepada BBC News Indonesia.

Hurriyah berpendapat, pemerintah sebaiknya memproses kembali masukan dari masyarakat tentang omnibus law. Salah satu langkah yang bisa dilakukan, menurutnya, adalah mengeluarkan Peraturan Pengganti Undang-Undang (Perppu).

"Persoalannya kemudian, mau atau enggak?" ujarnya.

Tenaga ahli utama Kantor Staf Presiden Donny Gahral Adian menepis anggapan bahwa pemerintah berupaya mendiskreditkan gerakan penolakan terhadap omnibus law. Ia mengatakan, polisi melakukan penangkapan berdasarkan alat bukti dan sesuai prosedur penegakan hukum.

"Tidak mungkin ada penangkapan, kalau tidak ada alat bukti yang dikumpulkan oleh aparat penegak hukum. Jadi penangkapan ini sesuatu yang sesuai prosedur penegakan hukum. Jadi tidak ada rencana untuk mendiskreditkan atau apa," ujarnya kepada BBC News Indonesia.

Menurut Donny, Presiden Joko Widodo sudah menanggapi substansi berbagai tudingan yang dilontarkan terhadap aturan sapu jagat itu. Masalahnya, demonstrasi yang belakangan ini terjadi ditengarai "didesain".

"Kenapa begitu? Karena indikasinya jelas. Ada anarkisme di situ, ada kekerasan di situ, ada kerusakan di situ yang pada intinya ingin menciptakan kegaduhan, instabilitas, di tengah-tengah upaya kita semua untuk menyelesaikan pandemi ini."

Siapa KAMI?

Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia dideklarasikan pada bulan Agustus lalu. Gerakan ini diinisiasi antara lain oleh Din Syamsyudin.


Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia dideklarasikan pada bulan Agustus lalu. Gerakan ini diinisiasi antara lain oleh pentolan Muhammadiyah, Din Syamsyudin.

Beberapa orang yang ikut mendirikan kelompok ini pernah mendukung Prabowo Subianto pada Pilpres 2019, seperti Said Didu, Malem Sambat Kaban, Rocky Gerung, dan Ichsanuddin Noorsy.

Ada pula Gatot Nurmantyo, mantan Panglima TNI yang pernah mendapat dukungan untuk menjadi bakal calon presiden pada Pilpres 2019.

Namun demikian, mereka membantah memiliki motif politik terkait pemilu 2024 mendatang.

https://www.bbc.com/indonesia/