Recent Posts

settia

Omninus Law Cipta Kerja, Langkah Tidak Populer dan Penuh Resiko Untuk Jokowi Demi Indonesia Maju


Mengapa Jokowi tidak memilih untuk berlaku santai, tidak terlalu memforsir diri memikirkan Indonesia ke depan yang akan mengusik kenyamanan beberapa pihak yang menikmati keuntungan secara sepihak dari iklim usaha di Indonesia melaluo korupsi baik di birokrasi maupun di legislasi. Jika semua itu tidak dilakukan Jokowi tenti tidak akan banyak yang marah.

Ketika Pilpres sudah berlalu dan tidak punya beban di pencalonan Pilpres 2024, Jokowi bisa berongkang-ongkang kaki menikmayi kursi empuk presiden sambil mendengarkan laporan-laporan indah para pembantu presiden dan dikelilingi oleh ormas-ormas ABS atau Asal Bapak Senang, yang cukup dibuat senang dengan menganggukan semua keinginan ormas-ormas, khususnya yang berlabel agama.  

Tetapi Jokowi tidak melakukan hal seperti itu, dia lebih memilih berpikir berlangkah-langkah ke depan menempuh mara bahaya dengan gaya tenangnya, sebuah keyakinan yang seolah sudah menjadi chemistry dalam jiwanya untuk memimpin bangsa ini ke arah yang jauh lebih baik, impian menjadi negara maju. 

Jika kuatnya keadaan sistim birokrasi yang memburuk akibat tumpang tindihnya aturan perundangan yang dibarengi oleh kenyamanan prilaku korup yang tidak mau diganggu, maka keadaan itu diumpamakan sebagai besi bengkok yang susah untuk diluruskan, dan ketika dipaksa untuk diluruskan maka terjadilah panas pada bagian yang diluruskan. Panas yang dimaksud adalah berbagai penolakan, baik dari dalam pemerintahanya sendiri maupun dari habitat politik yang mencoba untuk menekan kebijakan yang tidak populer seiring langkah mencari dukungan suara dengan gaya kepahlawanan yang heroik. 

Seperti kita ketahui, jumlah penduduk Indonesia tumbuh luar biasa, anak usia muda berlimpah dimana semua butuh lapangan ketja dan lapangan kerja hanya terbuka perusahaan tumbuh bermunculan baik dari dalam negeri maupun sewasta asing. Syaratnya tentu dengan kemudahan Investasi, dengan syarat izin mudah, dengan bahasa lainya sebagai kebijakan deregulasi. 

Untuk jal tersebut, Jokowi harus membereskan itu senua dengan langkah nyata  membereskan sekian banyak Undang Undang yang menghambat tujuan besar membngun. Dari tantangan panjang kepentingan para pejabat, organisasi buruh, politisi, preman berjubah, dll. dia juga harus menjegal sekian tumpuk peluang korupsi yang tercipta karena labirin gelap perizinan. Jokowi tahu itu, dan dia akan dilawan dengan keras.

Sudah jadi rahasia umum, orang relatif malas membuka usaha di Indonesia karena izinya yang ruwet, punglinya banyak, tukang palaknya di setiap pengkolan, sehingga usaha belum juga mulai, mereka sudah buntung.

Maka jika soal perizinan ini tidak dibereskan, Indonesia menyimpan bom waktu pengangguran. Kita butuh banyak pengusaha baru, agar bisa menampung sekian puluh juta anak muda di dunia kerja. Jika tidak tertampung, bonus demografi bisa berubah menjadi bencana. Artinya jika rakyat lapar, negeri ini beresiko porak poranda.

Itulah kenapa ketika salah satu Undang Undang yaitu undang indang Ciptakerja diperjuangkan. Bahwa yang pasti, siapapun yang selama ini hidup nikmat dari gelapnya jalur perizinan akan menolak. Serikat pekerja menolak, karena ada kewenangannya yang dipangkas, misalnya ketika UMR ditetapkan di propinsi. 

Setiap tahun, serikat buruh harus demo menuntut UMR. Serikat buruh di kabupaten kota, serikat sektoral, harus eksis buat menkut nakuti pengusaha. Tapi mereka tidak bisa lagi, karena kalau mau demo, mereka harus demo ke propinsi sebab upah minimum ditentukan di level propinsi.

Jika UU Ciptakerja ini diterapkan, apa untungnya bagi Jokowi secara Pribadi? yentu todak ada, padahal untuk prosesnya dirinya harus didemo kanan kiri, dihujat atas bawah, diserang dari depan dan belakang.

Jika saja Jokowi berpikir singkat, yang penting kekuasaanya tidak terganggu, barangkali bukan UU ini yang didorong. Mungkin lebih enak memilih kebijakan seperti Presiden sebelumnya seperti Subsidi BBM sampai ratusan triliun. Meski APBN menguap jadi asap, mski pembangunan tidak ada hasilnya. Tapi kekuasaan aman. Soal masa depan yang bereisiko karena dana habis hanya menjadi asap kenalpot, toh nanti saat itu terjadi, dirinya sudah tidak jadi Presiden lagi.

jadi sebagai contoh terkait dengan BBM, buat apa Jokowi harus capek mendengar hujatan dan cacian, ketika memangkas subsidi BBM dan duitnya dialihkan untuk membangun jalan, jembatan, pelabuhan, bandara, pembangkit listrik dan segala infrastruktur.

Maka dalam hal ini buat apa Jokowi harus menempuh resiko hujatan dengan ngotot menghadirkan debirokratisasi dengan UU Cipta Kerja. Padahal yang akan menikmati hasilnya adalah generasi mendatang. Mungkin juga saat hasil itu panen, dirinya sudah renta. 

Tapi itulah. Masa depan adalah hasil dari usaha hari ini. Jika hari ini kita tidak memangkas izin yang ribet, tidak menyederhanakan proses berusaha, tidak menggairahkan ekonomi, tidak memupuk pengusaha-pengusaha baru. Bangsa besar ini cuma akan jadi penonton, dan rakyat yang banyak hanya jadi pasar, dan kesejahhteraan lari ke negeri-negeri yang paling subur iklim usahanya. 

Kita jadi ingat apa yang disampaikan Jokowi. Ini periode kedua. Dirinya tidak punya beban. Dirinya hanya berusaha meletakkan pondasi buat masa depan Indonesia. Salah satunya dengan memangkas perizinan yang telah menjadi gurita korupsi. 

Dan kini Jokowi dihujat lagi hanya karena memikirkan, bahwa Indonesia bukan hanya hari ini dan sekarang. Indonesia juga punya masa depan.

Generasi penerus bangsa, nereka punya hak hidup yang lebih baik ...