BAITULMART
Adalah produk usaha dari KJKS-BMI (Koperasi Jasa Keuangan Syariah Baitul Maal Indonesia) yaitu lembaga keuangan
mikro non bank yang dikembangkan dengan prinsip bagi hasil untuk menumbuh kembangkan perekonomian rakyat terutama dalam rangka menyelamatkan dan mengangkat kesejahteraan sosial umat islam dan masyarakat pada umumnya. Secara konseptual, KJKS Baitul Maal Indonesia memiliki fungsi sebagai Baitul Maal, Bait = Rumah, Maal = Harta adalah rumah pengelolaan harta umat islam dan masyarakat yang dapat dipergunakan untuk kepentingan bersama umat islam yang berasal dari Infaq, Shodaqoh, Zakat dan Harokah.
PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb.
Para
Mujahid Ekonomi Islam, Alhamdulillah Yayasan Lembaga Baitul Maal
Indonesia dapat menerbitkan Cetak Biru Lembaga Baitul Maal Desa. Cetak
biru tersebut dihajatkan dengan sungguh-sungguh penyusunsnnya oleh Sdr. Bambang Hediyanto, S.Komp
dalam rangka menggali dan mengaplikasikan lebih aktual konsep
pengelolaan keuangan Baitul Maal yang digagas dan dikembangkan oleh
Rosulullah Muhammad SAW dan para sahabatnya, yang diadaptasikan secara
tekhnis dalam bentuk Lembaga Baitul Maal Desa (LBMD) yang berkedudukan
di Desa atau kelurahan dan Koperasi Jasa Keuangan Syariah Baitul Maal
Indonesia (KJKS BMI) yang berkedudukan di Kecamatan.
Dikotomi (perbedaan) Ulama dan Umara dalam fungsi, peran dan wewenangnya di tengah umat dan warga masyarakat teleh menggeser jauh fungsi Baitul Maal yang idealnya dijalankan jika Ulama adalah Umara dan Umara adalah Ulama, di mana di zaman rosulullah, nabi sendiri dan para sahabatnya khulufaur rasyidin adalah juga sebagai ulama dan sebagai umara dengan fungsi, peran dan wewenang yang sejalan di dalam mengatur umat dan warga masyarakat pada saat itu. Kondisi saat ini mengisyaratkan kebutuhan langkah yang jeli dan cerdas untuk membuat solusi atas berbagai permasalahan di tengah-tengah umat islam oleh karena Baitul Maal sebagai Tiang Penyangga keuangan umat islam tidak dapat berjalan sebagai mana dijalankan pada zaman rosulullah di zaman sekarang ini. Beberapa identifikasi menyebabkan Baitul Maal sekarang ini tidak dapat berjalan semestinya sesuai sunatullah, antara lain :
1.
Ajaran islam telah menjadi mitos yang bercorak ghaib sentris, sehingga
setiap permasalahan yang muncul, cenderung tidak dipecahkan masalahnya
secara empiris yang solutif tekhnis melainkan cenderung diselesaikan
masalahnya dengan dogma, biasanya ditandai berupa do’a yang lebih banyak
dari pada langkah solusi atau action. Venomena mitos ini menggiring
pada pemahaman-pemahaman dominan yang irrasional.
2. Budaya pengkultusan nabi dan rosul pada sosok fisik yang menstimulasi ‘low culture and society’ yang
seiring dengan mitos ajaran islam, dengan asumsi bahwa yang bisa
memecahkan permasalahan islam hanya nabi dan rosul saja di
zamannya(bukan zaman sekarang), dan yang aneh umat islam bergiat-giat
meniru secara sosok fisik nabi dan rosul dengan budaya arabnya namun
tidak meniru secara sifat apa saja yang secara empiris dipecahkan
masalahnya oleh nabi dan rosulullah. Ini berdampak pada budaya
pengharapan yang lebih tinggi dari pada tindakan yang solutif dan tepat
guna.
3. Pergeseran
peradaban manusia yang juga menggeser berbagai hal yang tidak bisa
dipertahankan oleh umat islam karena kelemahan umat islam yang tidak
bertauhid (bersatu dan terpadu) secara nyata untuk menggalang kekuatan,
dalam hal ini kekuatan perekonomian yang dasar fondasi pendanaanya telah
dicontohkan oleh rosulullah melalui Baitul Maal, namun berhasil
diadaptasi dan di modifikasi oleh pesaing-pesaing islam di zamanya
sehingga sekarang melahirkan sistim perekonomian kapitalis yang
menguasai dunia dan sistim sosialis yang memaksakan kesejahteraan secara
sama rata dengan kebutuhan kekuasaan yang otoriter yang cenderung jalan
di tempat.
|
4.
Umat islam cenderung mengikuti ‘Hawa Nafsu’ (Hawa = keinginan, Nafsu =
diri) dari pada keinginan Allah (wahyu) dan Rosul-Nya dalam membangun
umat-Nya, sehingga tergiur oleh gemerlapnya sisitim yang dikembangkan
oleh manusia atas dasar keuntungan semata (capital – liberal) dan
sistim sama rata (sosialis – komunis). Lalu sebagian umat islam
merespon secara berlebihan dengan menghakimi sistim-sistim tersebut di
atas, namun tidak membangun sistim yang dikehendaki oleh Allah dan
Rosul-Nya.
5.
Dualisme dan ambiguitas keyakinan umat islam, di satu sisi harus
meyakini Islam dan tata cara-Nya, di sisi lain terbawa arus oleh aturan
lain yang menguasai hajat perekonomian misalnya oleh karena umat islam
tidak menciptakan domain sistim perekonomianya sendiri, sehingga
cenderung menjadi follower (pengikut) sistim yang sedang kuat
berkembang dalam masyarakat, bahkan menjadi bagian yang diadaptasikan
secara salah kaprah dengan tingkat fleksibel yang dipaksakan di tataran
prinsip dibandingkan dengan memulainya sendiri dari noktah kecil yang
murni secara prinsip, dan bisa fleksibel di tataran tekhnis.
Maka
dengan diprakarsainya LBMD ini diharapkan menjadi pendobrak bagi
adaptasi-adaptasi sunatullah yang kebablasan dan tidak mendasar pada
koreksi akar permasalahan umat yang membutuhkan tatanan yang
terintegritas menuju tauhid dan tidak semata untuk memenuhi kebutuhan
jangka pendek perutnya semata. Dengan visi tauhid itu maka akan menjadi
payung umat islam dalam menghadapi kehidupan dunia yang akan lebih
keras lagi di masa-masa yang akan datang untuk bersaing memperjuangan
ilmu yang bermaslahat dalam membumikan kalam Allah, mentegakkan kalimatillah li’ila’i kalimatillah di bumi syurga ini, Indonesia.
Penerapan
Baitul Maal dengan konsisten berdasar sunatullah, akan menjadi oase di
tengah-tengah kekeringan yang melanda negeri syurga ini untuk berbenah
dalam tauhid menggalang kekuatan umat bahu-membahu membangun
perekonomian dan kesejahteraan bersama.
Terima kasih kepada Prof. DR. Ir. Amin Aziz dengan bukunya ‘cara Mendirikan baitul Maal Wa Tamwil’ yang setidaknya menuntun penulis untuk melengkapi wacana tekhnis. Bambang Heda, S.Komp., MRHSSS |